Mengapa Membaca Tulisan Lama Bikin Malu Sendiri?
Saya yakin, setiap penulis pasti pernah membaca tulisan lama. Biasanya aktivitas membaca tulisan lama dilakukan kalau lagi iseng. Ditambah lagi ketika nggak sengaja aja kebaca.
Efek yang ditimbulkan ketika membaca tulisan lama kadang bikin malu sendiri.
Membaca tulisan lama, layaknya mantan pacar, ia memiliki kenangan tersendiri. Kenangan yang tentu saja membuat kita merasa aneh. Ya aneh lah sebab bisa-bisanya kita dulu mencintai dia nulis kayak begitu, ya.
Mari saya bedah, mengapa membaca tulisan lama bikin malu sendiri?
Tulisan lama sensasinya alay
Karir kepenulisan setiap penulis berbeda-beda. Ada yang berawal melalui blog. Dan ada juga yang bermula lewat Facebook.
Sebagai pecandu Facebook, saya memulai kecintaan terhadap dunia tulis menulis lewat aplikasi milik Mark Zuckenberg itu.
Jika teman-teman saya update statusnya simple, status Facebook saya pasti panjang kayak koran. Nah dari update status yang panjang itu, saya ngerasa, kayaknya sudah ada bakat menulis. Dan dulu mah bikin status panjang terasa keren aja.
Terlebih, semua sumpah serapah dan keluh kesah tersampaikan di Facebook mah. Tapi, kini saat dibaca ulang, sensasinya alay banget.
Alasan sensasinya dibilang "alay banget" karena typingnya berantakan. Tiap kata yang ditulis, pasti disingkat-disingkat. Dan itu tentu membuat pembaca nggak nyaman. Dan mereka harus mikir dulu untuk memahaminya.
Gimana nggak mikir dulu untuk memahami tulisan tersebut? Titik dan koma saja ditempatkan pada kalimat yang salah. Kalo kata anak zaman sekarang, typing-nya tidak termasuk typing ganteng.
Kalimat-kalimat yang kita tulis tidak efektif
Salah satu cara agar tulisan enak dibaca yakni dengan membuat sebuah kalimat yang isinya hanya memuat 7-8 kata.
Lebih dari 7-8 kata maka ketika orang lain membaca tulisan kita bakal sambil ngos-ngosan. Itu sebabnya titik dan koma harus ditempatkan dengan baik.
Coba baca tulisan saya tentang teknik menulis yang bisa membuat pembaca nyaman. Ini sudah dibaca ribuan orang.
Nah tulisan lama biasanya memuat banyak kata sehingga banyak kalimat yang kita tulis tidak efektif. Ini yang kemudian bikin kita mengernyitkan dahi.
Kalimat tidak efektif pada dasarnya memang memuakkan. Maka, kita malu sendiri saat membaca ulang tulisan lama tersebut.
Saat ini, kita merasa bahwa tulisan kita sudah ada perkembangannya
Buah dari merasa malu sendiri saat membaca tulisan lama karena ini. Maksudnya, saat ini, kita merasa bahwa tulisan kita sudah ada perkembangannya.
Bukan merasa sudah baik, tapi sedikit merasa ada perubahannya. Sebab, kalau sudah merasa sudah baik, ukurannya terlalu tinggi untuk menilai tulisan sendiri.
Apakah setiap penulis suka merasa malu sendiri saat membaca tulisan lama?
Mungkin!
Sebab, penulis sekaliber Tere Liye pada 2016 lalu pernah mengungkapkan melalui akun Facebooknya.
"Membaca tulisan-tulisan lama, membuat saya menyaksikan: penilaian-penilaian saya yang keliru selama ini. Puja-puji saya yang berlebihan kepada seseorang atau kelompok tertentu, dan kemudian hanya untuk membuat kecewa".
"Bahkan kalimat-kalimat yang tidak rapi, paragraf yang tidak enak dibaca, sistematika kepenulisan yang kacau balau. Ribuan tulisan yang pernah saya buat tak terhitung, bagaikan masakan yang buruk." Lanjutnya.
"Tapi tidak mengapa. Mau bagaimana lagi? Namanya tulisan, sekali dilepaskan maka tidak bisa dicabut, dianggap tidak pernah ada". Ringkasnya.
Lantas, apa yang perlu kita sadari setelah membaca tulisan lama?
Berikut beberapa hikmah yang saya pelajari ketika membaca tulisan lama.
Pertama, berharap lah bahwa dengan bertambahnya waktu, kualitas tulisan kita bisa terlihat oke di mata pembaca.
Kedua, percaya lah bahwa jika menulis menjadi aktivitas yang dilakukan setiap hari, dengan sendirinya kemampuan menulis akan berkembang.
Ketiga, membaca tulisan lama membuat kita paham arti proses dalam dunia kepenulisan. Artinya, menulis tidak mudah. Maksudnya, menulis dengan baik itu tidak mudah!
Keempat, membaca tulisan lama anggap lah untuk nostalgia saja. Nostalgia bahwa kita dulu pernah se-absurd itu bikin tulisan. Lalu, perbaiki dimulai dari sekarang.
Begitu lah cara saya untuk menyikapi tulisan lama.
Kesimpulannya: dengan membaca tulisan lama memang akan menggiring kita untuk malu.
Maka, seharusnya, tulisan kita hari ini harus membuat bangga untuk waktu yang akan datang.