Beberapa Kesalahan Penulis yang Sudah Menerbitkan Buku. Klasik!

Kesalahan Penulis


Bagi orang yang hobi nulis, ada kebanggaan tersendiri saat berhasil menerbitkan buku. Meski bukunya diterbitkan melalui penerbit indie, pokoknya mereka bangga. Istilahnya, impian terbesarnya sudah terwujud.

Saya merasakan sendiri, betapa excited penulis-penulis muda saat bercerita di hadapan saya. "Kang, saya udah menerbitkan buku. Seneng banget".

Sebagai penggiat literasi, saya senang juga mendengarnya. Jadi bertambah lagi orang Garut yang berkarya dalam bentuk buku.

Namun, ketika saya memperhatikan perkembangan mereka, mereka selalu saja melakukan kesalahan-kesalahan yang saya anggap: klasik!

Hampir semua penulis muda yang pernah bercerita di hadapan saya melakukan kesalahan yang sama. Mari saya bongkar beberapa kesalahan-kesalahan tersebut.

Kesalahan pertama: terlalu cepat ingin menerbitkan buku lagi

Alih-alih produktif, malah tidak efektif. Barangkali itu kalimat tepat untuk para penulis yang suka terburu-buru pengin bikin buku kedua, ketiga, dan seterusnya.

Mengapa tidak efektif? Kan bagus kalau berkarya lagi?

Tidak efektif lah sebab banyak penulis yang tidak mengevaluasi karya sebelumnya.

Yang disebut efektif?

Disebut efektif kalau punya niat pengin naik level. Mencoba mengirim naskah ke penerbit Mayor misalnya, dengan harapan naskah tembus.

Disebut efektif kalau punya niat ingin memperbaiki tulisan. Disebut efektif kalau mampu meningkatkan skill menulis. Coba baca tulisan ini agar skill menulis kalian ada perubahan: 5 cara meningkatkan skill menulis.

Ini mah belum memperbaiki tulisan lah (baca: masih banyak typo di karya sebelumnya), tulisan masih gitu-gitu aja lah, nerbitin buku masih di penerbit yang itu-itu aja lah, kok sudah berani pengin menerbitkan buku lagi.

Bagaimana kabar buku pertama? Sudah laris, kah? Apa masih menumpuk? Uang yang dikeluarkan buat nyetak buku gimana? Ini yang seharusnya dipikirin.

Kesalahan kedua: ingin populer

Tolong pahami bahwa tidak semua karya yang lahir ke dunia ini bakal populer semuanya. Satu banding seribu antara buku yang bakalan best seller dengan buku yang sudah dicetak, lalu nyampah di gudang.

Buku kalian mungkin hanya seperti bubuk ranginang saja. Jadi tidak perlu ingin populer. Kalau ingin populer, cukup populer di sekitaran rumah sendiri aja.

Kesalahan ketiga: tidak membranding diri

Setelah berkarya, lalu hilang begitu saja. Tidak pernah membranding diri di media sosial. Padahal membranding diri penting, baik setelah maupun sebelum menerbitkan buku.

Untuk membranding diri bahwa kalian ini seorang penulis, mudah saja. Misal dengan cara: punya blog atau website sendiri.

Di dalam blog, nanti bisa kan menceritakan mengapa buku kalian diberi judul begitu, lalu bercerita proses penulisan buku, dan masih banyak lagi.

Blog atau website bisa digunakan untuk promosi karya, tentu selain promosi di Facebook dan Instagram. Justru di blog mau nulis berapa kata pun tidak terbatas jumlah kata-nya. 

Jadi ada baiknya para penulis yang sudah menerbitkan buku, aktif di blog sendiri. Lebih mantap lagi kalau sambil nge-YouTube.

Sekali lagi, membranding diri terbilang penting. Penulis yang hilang begitu saja setelah menerbitkan buku, eksistensi bukunya boleh jadi menurun.

Kesalahan keempat: sering loncat ke genre lain sehingga tidak memiliki ciri khas

Ada strategi jitu untuk menggaet pembaca, dan pembaca akan mengenal karya kita sampai kapan pun.

Dengan cara apa?

Menulis buku lah cukup satu genre. Jika buku pertama genre buku kalian tentang keluarga, buku kedua dan ketiga masih tentang keluarga.

Jika buku pertama genre buku kalian romance, buku kedua, ketiga, dan seterusnya genre-nya romance juga.

Apakah salah seorang penulis nulis buku dengan banyak genre? Tidak salah kalau untuk sekelas penulis-penulis yang sudah punya fans sendiri. Mau bikin buku dengan genre apa pun, pasti laku bagi fansnya.

Sedangkan penulis pemula, kita ini siapa? Pembaca bakal mengernyitkan dahi. "Kemarin buku pengembangan diri. Kok sekarang bikin novel romance??"

Raditya Dika dikenal karena bukunya punya ciri khas: judul bukunya selalu mengambil nama-nama binatang. Nah mungkiiin, jauh dari "terkenal" atuh punya ciri khas dulu aja biar punya satu-dua-tiga pembaca yang loyal.

Kesalahan kelima: cuek terhadap karya

Saya pernah menulis tentang strategi menjual buku karya kita sendiri. Di tulisan tersebut, penulis buku yang cuek terhadap karyanya, boleh jadi karyanya susah laku.

Kalau memang bukan tipe penulis yang suka mempromosikan buku sendiri, mungkin bisa diatur, cukup seminggu sekali saja promosinya. Sebab, masih mending kalau naskah berhasil diterbitkan melalui penerbit mayor, ada penerbit juga yang ikut mempromosikan karya kita

Sedangkan menerbitkan buku di penerbit buku indie, penerbit indie jarang mempromosikan karya kita. Udah mah penerbitnya jarang mempromosikan buku para penulisnya, lha kita sebagai penulis cuek juga terhadap karya yang sudah susah payah dalam mengeksekusinya.

-

Lima kesalahan di atas, sejauh yang saya amati, memang klasik. Artinya, kesalahan yang umum banget dilakukan oleh para penulis yang sudah menerbitkan buku.


BACA JUGA: 5 Mindset Keliru tentang Menulis. Usir Jauh-Jauh!
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url