Apakah Menulis Memerlukan Bakat?
Mari kita bedah, apakah menulis memerlukan bakat? Pertanyaan ini sering audience ajukan ketika tim penulis Garut launching buku di sekolah maupun kampus. Sebagai pemateri dan pernah ditanya seperti itu, kami bingung menjawabnya. Pertama, kalau kami menjawab “Ya menulis itu harus punya bakat” maka takutnya dapat mematahkan motivasi dari audience yang merasa dirinya nggak punya bakat menulis.
Kalau
kami menjawab “nggak perlu punya bakat” kesannya kayak menulis itu
menggampangkan. Padahal, menulis cukup sulit. Apalagi di acara tim penulis
Garut banyak orang yang hadir. Mulai dari dosen, guru, dan penulis-penulis
hebat. Sehingga, kami sering menjaga jawaban dengan hati-hati. Tapi, di sini
kami mau mengungkapkan semuanya.
Bagi
kami, sangat menarik ketika mendengar pendapat dari seseorang yang menyatakan
bahwa menulis itu bukan bakat, tetapi kemampuan yang dibiasakan dan dilatih.
Artinya, dia menyimpulkan bahwa menulis adalah ketrampilan yang perlu diasah.
Untuk bisa menulis, kata dia, maka seseorang harus banyak membaca. Karena,
membaca dan menulis ibarat dua sisi mata uang. Menurutnya gitu. Itu pernah kami
dengar dari pendapat seseorang yang pernah bilang seperti itu di acara penulis
Garut.
Kalau
menurut kami justru gini, kami yakin bahwa semua orang punya bakat menulis.
Dalam tanda kutip, orang normal. Terus orang yang melek sama tekhnologi.
Muda-mudi. Bukan semua orang disini adalah semua kalangan.
Apa
buktinya? Coba kalian perhatiakan orang-orang yang sering bermain media sosial.
Ketika mereka menemukan sesuatu yang luar biasa atau membaca berita yang sedang
ramai diperbincangkan, tanpa perlu berpikir panjang, kadang mereka mampu
mendeskripsikan apa yang dilihat dan dibacanya. Dengan adanya Facebook,
Twitter, dan Instagram tiba-tiba saja mereka bisa menulis. Dan Buktinya, banyak
komentar-komentar yang ditulis di akun meedia sosialnya, entah berupa
uneg-uneg, cacian, dan lain sebagainya. Hanya saja, kadang yang membedakan
yaitu dari ketikannya.
Kalau
orang yang terbiasa menulis, typingnya rapi ketika ia menulis di blog atau di
media online. Titik komanya kena. Sedangkan orang yang tidak terbiasa menulis,
kadang mohon maaf, typingnya nggak rapi. Dan kami (orang yang terbiasa menulis)
kadang harus membaca ulang untuk memahami tulisannya. Lantas, kalau kami bilang
semua orang punya bakat menulis lalu menapa orang yang hobi nulis terbilang
sedikit? Bahkan, komunitas literasi baca tulis di Garut sendiri terhitung
beberapa komunitas saja.
Baca juga: Mumpung Masih Berstatus Mahasiswa, Cari Uanglah Lewat Artikel yang Kamu Tulis
Nah,
kami melakukan survey dan obeservasi di media sosial dan di beberapa komunitas
membaca, artinya kami mewawancarai mereka. Mereka sepakat bahwa di negara kita,
orang yang membaca buku itu lebih sedikit daripada yang tidak membaca. Jelas
sih. Tapi, kami nggak bilang kalau tingkat baca di negara kita rendah. Dan
hasil survey yang kami lakukan, ternyata orang yang membaca buku itu lebih banyak
daripada yang suka nulis. Kemudian, dari kumpulan orang yang membaca buku,
hanya sebagian kecil saja yang mencoba menulis.
Kami
pernah ngobrol dengan orang yang sering beli buku. Koleksi bukunya tentu
banyak. Terus kami bertanya, “Kamu nggak pernah mereview buku di blog pribadi
atau menulis sesuatu gitu?” dia menjawab, “Saya nggak bisa nulis. Saya lebih
suka membaca aja”.
Survey
berikutnya kami lakukan di sekolah-sekolah, kesimpulan kami adalah rasanya
memang pendidikan di negara kita kurang melatih siswanya untuk terbiasa menulis
sehingga yaaa hasilnya itu tadi, seikidit orang yang hobi menulis.
Jadi,
sekali lagi, menurut kami semua orang punya bakat menulis. Sehingga pertanyaan
apakah menulis memerlukan bakat? Tidak. Karena kalian sudah mempunyai. Tinggal
ada “niat” nggak buat mau belajar nulis? Dan definisi bakat di sini tergantung
pada pemahaman kita.
Artinya,
jika bakat yang kalian pahami adalah bakat yang lahir semenjak kecil, tentu
logikanya hanya anak-anak penulis saja yang bisa menulis karena mewarisi gen
orang tuanya. Tapi, kenyataannya tidak begitu. Justru banyak penulis yang orang
tuanya bukan seorang penulis. Bahkan mungkin jauh dari dunia tulis-menulis.
Jadi, bakat yang diperlukan bukanlah bakat yang dibawa semenjak kita lahir,
tetapi bakat yang memang sengaja kita pupuk dan bangun.
BACA JUGA: Apakah Menjadi Seorang Penulis Itu Keren?