Review Buku Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan)

 

Review Buku Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh
Yang sedang patah, ayo tumbuh!

Yang sedang jatuh, ayo bangkit!

Mari berpelukan jauh!

Ungkap seorang penulis asal Nusa Tenggara Timur lewat karyanya, Puing-Puing Mulut.

Puing-Puing Mulut menyapa jiwa-jiwa yang rapuh untuk tetap kuat bertahan dan terus berjuang.

Penulis dengan nama pena Sastra Kopi Subuh ini begitu apik memelihara semangat juang dari Indonesia untuk ditularkan kepada pembaca melalui karyanya.

Siapapun kamu yang tengah kehilangan separuh diri sendiri saat ini, mari kita duduk sejenak. Ditemani secangkir teh maupun kopi, lalu kita tangkap segala rasa lewat kata yang disampaikan oleh Sastra Kopi Subuh.

Baca Juga: Review Buku Tinta Kehidupan

Review Buku Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan)

Identitas Buku;

Judul Buku: Puing-Puing Mulut
Penulis: Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan)
Isi: 76 halaman
Penerbit: Ellunar Publisher
ISBN: 978-623-385-475-7
Kategori: Antologi Puisi & Quotes

Gambaran Umum Buku Puing-Puing Mulut

Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan) merupakan buku kumpulan puisi dan quotes. Di bagian Kata Pengantar, penulis begitu hangat menyapa jiwa-jiwa yang tengah rapuh dan terluka.

Ayo tumbuh! Ayo bangkit! Mari berpelukan jauh! Seolah mengayomi mereka yang tengah lelah dalam langkah juangnya. Memberikan sebuah kesadaran dan penguatan, bahwa mereka tidak sendiri dalam perjuangannya saat ini.

Dengan demikian, saya rasa, pembaca tidak akan berhenti membaca di awal saja. Melainkan akan terus menangkap rasa lewat kata di setiap lembarnya sampai ke ujung halaman.

Diksi Puisi yang Ringan Dibaca

Bagi kamu yang tidak begitu suka dengan puisi karena terdapatnya diksi-diksi yang menguras pikiran, kamu tidak perlu khawatir akan hal itu.

Kumpulan puisi dalam Puing-Puing Mulut begitu ringan dibaca. Diksi yang digunakan merupakan kata-kata sederhana yang kerap dipakai dalam komunikasi kita sehari-hari. Meskipun ringan dibaca, namun buku ini memiliki pesan dan rasa yang cukup dalam untuk dimaknai.

Misalnya, Jika Hujan Turun (hal. 19) yang mengisahkan kejujuran rasa yang sudah seharusnya tidak perlu ditahan, berhenti membohongi perasaan diri sendiri dengan sangkalan, biarlah tumbuh dan mengalir sebagaimana seharusnya.

Beberapa judul puisi yang sangat saya suka di antaranya; Teruslah Tumbuh (hal. 25), Tuhan Tak Cemburu Padamu (hal.33), Kita harus bertemu (hal. 36).

Quotes Penguatan

Kumpulan puisi dalam buku Puing-Puing Mulut seolah mengajak pembaca untuk bukan hanya sekadar membaca puisi saja. Melainkan harus terus memaknai pesan terhadap hidup dan juga kehidupan.

Hal tersebut saya temukan pada kumpulan quotes dalam buku ini. Saya memandang quotes-quotes-nya sebagai penguatan rasa yang disampaikan penulis lewat puisi. Quotes dan puisi dalam Puing-Puing Mulut memiliki korelasi satu sama lain.

Saya menandai beberapa tulisan sebagai bagian favorit dan akan saya buka kembali di kemudian hari. Berikut diantaranya;

Dengan langkah, jarak akan dipersingkat. Banyak Sabar Semangat menjadi kuat. Jangan lupa menabung doa untuk memperkaya berkat. (SKS)

Jangan takut kalau orang tidak mempedulikanmu. Jangan cemas kalau orang melupakanmu karena itu adalah bahasa kasih yang paling sempurna. Mereka membiarkan engkau menjadi dirimu sendiri. (SKS)

Yang sia-sia itu tidak apa-apa, Asal kita telah melakukannya dengan benar dan niat yang tulus. Hikmah bahwa cara Tuhan memang tidak mudah dipahami dengan pikiran sendiri. (SKS)


Baca Juga: Review Novel Perlahan Meninggalkan Gelembung

Pandangan Reviewer mengenai Buku Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan)

Setelah menangkap rasa dan pesan dari Puing-Puing Mulut karya Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan), saya semakin yakin bahwa buku adalah sahabat setia yang tidak berpotensi menimbulkan kecemburuan.

Dengan aksara, segala rasa terpelihara. Dengan aksara pula, jeritan bisu bisa bersuara.

Selain puisi-puisi yang menyampaikan kejujuran rasa, saya juga mengapresiasi betul kumpulan puisi yang memelihara suara perjuangan untuk Ibu Pertiwi.

Beberapa judul tersebut antara lain; Tikus dan Kucing Kota (hal. 56), Di Beranda Hening (hal. 53), Penelitian Kemanusiaan (hal. 49), Budaya Bisu (hal.47), Aku Ingin Memberitakan Kematian Penguasa (hal. 45), Manusia Sudah Gila (hal. 36).

Sebagai penutup, saya izin mengakhirinya dengan salah satu puisi yang termuat dalam buku ini.

BUDAYA BISU (SKS)

Berlarilah, secepat mungkin! Selama kaki belum terasa kaku,

Menulislah lagi, hari ini! Selama terpendamnya ketakutan pada musibah besok yang kemungkinan akan mematahkan tanganmu,

Berteriaklah! Selama mulutmu belum dijahit,

Melawan! Selama perasaanmu disumbat sebelum akhirnya meletus dan menewaskan lebih banyak makhluk:

Sebagaimana kita semua dan juga anak cucu kita akan mati kutu sebab kita suka membudayakan bisu.

Jakarta, 2018

Wawancara dengan Sastra Kopi Subuh (Vance Watoutan)

Reviewer: Haloo, Kak Vance. Senang bisa membaca karya pertama kakak. Saya ucapkan selamat atas lahirnya Puing-Puing Mulut sebagai kado indah di tahun ini.

Nah, nama pena kakak unik, Sastra Kopi Subuh. Kalau boleh tahu, ada filosofi apa dibalik nama pena kakak ini?

Vance Watoutan: Tidak ada filosofi berarti dari nama pena ini, nama ini saya gunakan hanya karena saya adalah seorang pengidap insomnia yang candu akan kopi, yang merasa bosan di saat insomnia dan mengisi waktu luang itu dengan membaca dan belajar menulis karya sastra.

Selain daripada itu alasan lain dari nama pena ini sendiri iyalah pengalaman dalam menulis di waktu subuh, saya merasa hanya di waktu subuhlah menjadi waktu terbaik bagi saya dalam menulis, di waktu subuhlah ada ketenangan dan ketulusan dalam menulis, kata-kata terasa begitu hidup.

Ketika suasana menjadi sepi, saya memanfaatkannya untuk menyelami pikiran sendiri atas pengalaman-pengalaman hidup yang saya alami dan amati, semakin sepi semakin jernih pikiran dan di sanalah saya menyaksikan keramaian dari kata-kata, mengalir penuh makna.

Reviewer: Kalau dilihat dari titimangsa kumpulan puisi, saya menyimpulkan tulisan ini berusia 6-7 tahunan. Untuk menuntaskan naskah ini menjadi buku, berapa lama kakak menuntaskannya? Dan bagaimana cara kakak memelihara tulisan-tulisan kakak ini sampai akhirnya dihimpun menjadi antologi puisi dan quotes?

Vance Watoutan: Terkait waktu dari pengumpulan naskah yang memakan waktu 6-7 tahun sebetulnya berkaitan dengan kekonsistenan dan produktivitas saya dalam menulis.

Saya memang masih dalam tahap belajar menulis dan menulis hanya di saat dan waktu di mana saya ingin menulis sehingga tulisan-tulisan yang saya hasilkan selama 6-7 tahun ini baru 1 buku saja, akan tetapi ini merupakan buku pertama yang menjadi sumber energi dan pengalaman bagi saya dalam dunia kepenulisan.

Tulisan-tulisan yang pernah saya buat selama 6-7 tahun itu saya posting ke media sosial seperti ke facebook dan ke instagram sehingga tetap ada disana. Di saat kemarin saya berencana membuat buku saya hanya perlu menyalin kembali tulisan-tulisan itu dari media sosial untuk diserahkan ke penerbit.

Reviewer: Kalau boleh tahu, adakah karya berikutnya yang kakak siapkan untuk kembali diterbitkan?

Vance Watoutan: Untuk saat ini saya sedang di tahap awal menulis karya untuk diterbitkan berikutnya.

Reviewer: Kalau boleh berbagi cerita, mengapa kalak pilih penerbit indie? Adakah target kedepannya untuk tembus mayor? Terima kasih.

Vance Watoutan: Betapa pun saya mengharapkan bisa mempunyai karya yang diterbitkan di penerbit mayor. Sebelum buku ini saya putuskan untuk diterbitkan di penerbit indie, di awalnya saya sudah mencoba mendaftar di sebuah portal berbasis web yakni Digital Publishing System akan tetapi karya saya tidak diterima dan pada akhirnya saya putuskan untuk diterbitkan oleh penerbit indie.

Pikir saya, mungkin karya saya belum memenuhi standar kepenulisan sehingga belum bisa tembus ke penerbit mayor, akan tetapi saya akan terus belajar menulis sampai bisa diterima nantinya oleh penerbit mayor.

Penulis buku Puing-Puing Mulut dapat kamu sapa melalui Instagram @sastrakopisubuh.

Reviewer: Siti Sunduz

BACA JUGA: Review Antologi Puisi Aku Pernah Hidup dalam Kotak
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url