Review Buku Di Penghujung Terowongan karya Shasky Jeanne
Dengan pengetahuan, kita terbiasa melihat segala sesuatu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan, bahkan jika itu hal yang tak berhubungan sama sekali.
Shasky Jeanne pada buku Di Penghujung Terowongan memperkuat asumsi saya. Pada buku ini, pembaca akan menemukan seorang ‘teman’ dengan pengetahuan yang mengagumkan.
Teman ini memberikan banyak informasi ‘rahasia’. Isi kepalanya akan membuat kita merasa ‘tertampar’ karena kedangkalan kita dalam memahami perjalanan manusia dengan dirinya.
Jujur, saya takjub saat mengkhatamkan buku ini.
Pertanyaannya, apakah kamu penasaran seperti apa rasa takjub yang saya alami?
Untuk tahu lebih dalam tentang keistimewaan buku Di Penghujung Terowongan karya Shasky Jeanne, simak ulasan berikut.
Baca Juga: Review Novela Mira dan Hari-harinya yang Biasa
Review Buku Di Penghujung Terowongan Karya Shasky Jeanne
Identitas bukuJudul buku: Di Penghujung Terowongan
Penulis: Shasky Jeanne
Penerbit: MDP Media
Tahun terbit: Agustus, 2023
Halaman: 241 halaman
Gambaran Umum Buku Di Penghujung Terowongan karya Shasky Jeanne
Di Penghujung Terowongan merupakan sebuah buku self improvement.Penulis menyajikan esai-esai dengan kajian komprehensif yang dibagi menjadi 9 bab, yakni Fase Kehidupan Manusia, Krisis Kuartal Kehidupan, Siapakah Anda?, Diam Untuk Mendengar, Rumah Sementara, Suatu Pilihan, Keberanian, Terbangun, dan Sebuah Awal yang Benar.
Bab 1 : Fase Kehidupan Manusia
Pada bab pertama, penulis menguraikan kajian menarik tentang fase kehidupan manusia. Mengutip pernyataan dari Mark Manson, penulis mengungkapkan, terdapat empat fase kehidupan manusia. Keempat fase tersebut yaitu, fase mimikri, penemuan jati diri, komitmen, dan warisan.Penulis melakukan elaborasi menyeluruh tentang keempat fase kehidupan manusia. Penjelasan penulis bukan hanya berupa opini, melainkan juga diikuti dengan berbagai sumber kajian dan pendapat ahli lainnya.
Pada bab Fase Kehidupan Manusia, pembaca diajak ke masa lalu, menjalani masa kini, lalu merencanakan masa depan.
Pembaca diberikan kesempatan merenungi dan melihat kembali waktu yang telah digunakan sepanjang hayatnya. Betapa banyak penjelasan berharga yang tak boleh dilewatkan begitu saja.
Bab 2: Krisis Kuartal Kehidupan
Apa ketakutan terbesarmu dalam hidup? Seberat apa trauma yang kamu alami?Bab Krisis Kuartal Kehidupan membahas perjalanan menuju ke dalam diri. Penulis menganalogikan fase krisis kuartal kehidupan sebagai sebuah terowongan panjang yang gelap.
Terowongan gelap tersebut merupakan satu-satunya jalan yang harus dilalui seseorang untuk menemukan jati dirinya. Tidak ada siapapun di dalamnya. Hanya diri sendiri sebagai penolong.
Di tengah pusaran kebingungan, menurut penulis, kita perlu menyadari adanya kekuatan di luar diri kita sebagai manusia. Tuhan sebaik-baiknya tempat untuk kembali. Kita pun disarankan untuk lebih menghargai tujuan yang kita miliki.
Meski, misalnya, tujuan itu tidak sebesar tujuan orang lain. Akan tetapi, bukankah masing-masing orang lahir dengan perannya sendiri? Maka dari itu, kita patut menghargai sekecil apapun kontribusi diri kita kepada kehidupan ini.
Bab 3: Siapakah Anda?
Jika pertanyaan ini diajukan kepada kita, jawaban apa yang akan kita berikan? Benarkah jawaban tersebut menggambarkan diri kita secara utuh? Ataukah kita hanya menjawab atas persepsi orang lain dan bukan atas persepsi kita sendiri?Pada bab 3, penulis memaparkan perihal pentingnya memiliki alasan untuk menemukan jati diri. Ada sebuah istilah yang dipakai penulis untuk mencari nilai dalam sebuah peristiwa yakni ‘lingkaran emas’.
Lingkaran emas merupakan serangkaian pertanyaan yang membantu pikiran kita membangun alasan yang ajeg. Pertanyaan tersebut dimulai dengan ‘why’ lalu dilanjutkan dengan ‘how’, and ‘what’.
Dengan menggunakan lingkaran emas untuk mempertanyakan topik pencarian jati diri, kita akan tahu seberapa krusial pencarian jati diri itu untuk kita.
Bab 4: Diam untuk Mendengar
Berkat buku Di Penghujung Terowongan, saya memiliki sudut pandang baru dari pepatah ‘Diam itu emas’. Saya rasa, pepatah ini bukan hanya berguna saat menghadapi orang lain, melainkan juga sangat cocok digunakan untuk menghadapi diri sendiri.Saya sangat setuju saat penulis mengatakan bahwa sepanjang kehidupan ini, kita dikondisikan untuk menjaga hubungan dengan orang lain. Konstruksi sosial membuat waktu kita sebagian besar dihabiskan untuk menerima stimulus, ekspektasi, juga pikiran, dan perasaan orang lain.
Kita menjalani hidup yang sangat ramai. Sampai-sampai, kita tak sempat mendengarkan diri sendiri.
Ada satu hal yang akan muncul pada perjalanan seseorang mencari jati dirinya. Hal itu adalah intuisi. Intuisi datang saat kita dalam keadaan diam untuk mendengarkan.
Berkaitan dengan intuisi dan mendengarkan diri sendiri, penulis membagikan sebuah pengalaman menarik. Penulis rutin melakukan ‘morning page’.
Pada saat melakukan morning page, penulis akan menulis tanpa henti sebanyak tiga halaman. Semua perasaan, pikiran, dan keinginan terdalamnya akan penulis curahkan di sini.
Bab 5: Rumah Sementara
Kalau selama ini kita memberikan label ‘rumah’ kepada seseorang yang kita pilih sebagai tempat ‘pulang’, setelah membaca buku ini, rasanya istilah tersebut kurang tepat.Diri kita adalah rumah yang seharusnya kita pilih sebagai tempat pulang. Jiwa kita melakukan pencarian panjang untuk menemukan jati diri.
Sebelum ia pulang dengan wujud yang baru, penulis mengungkapkan bahwa kita akan menyinggahi rumah sementara.
Di rumah sementara itu, seseorang akan melepas dirinya yang lama menjadi seseorang yang baru. Rumah sementara adalah tempat saat kita merasa tahu sekaligus tak tahu apa-apa. Kita tahu apa yang telah kita hadapi untuk sampai di sini, tetapi kita juga tak tahu apa yang ada di depan sana.
Ketidaktahuan itu memang menakutkan. Seolah kita merasa tidak memiliki kendali atas apapun.
Di rumah sementara itu, seseorang akan melepas dirinya yang lama menjadi seseorang yang baru. Rumah sementara adalah tempat saat kita merasa tahu sekaligus tak tahu apa-apa. Kita tahu apa yang telah kita hadapi untuk sampai di sini, tetapi kita juga tak tahu apa yang ada di depan sana.
Ketidaktahuan itu memang menakutkan. Seolah kita merasa tidak memiliki kendali atas apapun.
Berada di Rumah Sementara membuat kita merasa seperti tertinggal dari orang lain dan segala pencapaiannya. Mungkin saja kita mempertanyakan pilihan kita.
Kita ingin merasakan hal yang sama karena di fase awal kehidupan kita, alam bawah sadar telah merekam salah satu cara bertahan hidup yakni dengan meniru orang lain.
Bab 6: Suatu Pilihan
Ketika suatu kegiatan membuat kita merasakan sesuatu, kita dapat mulai menilai bahwa kegiatan tersebut memiliki arti untuk kita lakukan.Kehidupan ini hadir menawarkan banyak sekali pilihan. Sebagai manusia, kita pasti tergoda untuk memilih dan memiliki sesuatu yang juga dipilih dan dimiliki oleh orang lain.
Kita ingin merasakan hal yang sama karena di fase awal kehidupan kita, alam bawah sadar telah merekam salah satu cara bertahan hidup yakni dengan meniru orang lain.
Keinginan semacam itu, menurut penulis mesti kita lepaskan terutama dalam proses pencarian jati diri.
Bab 7: Keberanian
Keberanian tak perlu berbentuk aksi heroik. Penulis menuturkan, keberanian juga memiliki bentuk yang lembut seperti aliran air dan hembusan angin.Keberanian semacam inilah yang sebetulnya banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Keberanian yang amat dekat dengan jiwa kita.
Menghadapi tantangan, kita harus berjalan bersama keberanian, terlebih saat menjalani fase krisis kuartal kehidupan. Lantas bagaimana kita dapat memiliki keberanian itu? Begini yang dikatakan penulis.
Hambatan dalam penemuan jati diri, datang dari dalam diri kita sendiri. Pandangan negatif kepada diri sendiri menimbulkan self sabotage terhadap potensi yang ada dalam jiwa kita.
Menurut penulis, saat terbangun dari mimpi buruk itu, kita sebaiknya bersiap untuk memegang kendali otomatis di dalam diri kita. Kita akan sampai pada tahap kesadaran atau awakening.
Semua yang telah kita alami, semua trauma yang kita hadapi, telah mengubah kita. Jiwa kita membutuhkan cangkang baru karena ia telah bertransformasi.
Saat inilah kita pada akhirnya meyakini apa hal yang paling berarti untuk kita, identitas yang kita pilih sebagai jati diri kita.
Untuk memulai sesuatu yang baru, bukankah kita memang harus mendahuluinya dengan langkah yang benar?
Penulis menggunakan sebuah perumpamaan unik. Setiap rangkaian peristiwa, penulis ibaratkan sebagai rangkaian domino. Kontinuitas dalam kejatuhan domino-domino peristiwa selalu bersumber dari peristiwa pertama.
Agar kontinuitasnya tidak menimbulkan hambatan, kita mesti merangkainya secara cermat. Bagi penulis, inilah pentingnya memulai rangkaian domino dengan benar supaya kita tak perlu susah payah mengulang dari awal.
Hal itu juga berlaku dalam tatanan kehidupan kita. Menurut penulis, dalam hidup, kita tak bisa serta merta mengembalikan waktu atau membatalkan keputusan yang telah terjadi.
Waktu tidak bisa menunggu. Keputusan yang kita ambil menimbulkan berbagai perubahan.
Baca Juga: Review Antologi Kerinduanku Untukmu Ibu
Saya amat setuju dengan klaim tersebut. Saya katakan di awal ulasan ini bahwa Di Penghujung Terowongan adalah seorang teman dengan wawasan yang bagus.
Menghadapi tantangan, kita harus berjalan bersama keberanian, terlebih saat menjalani fase krisis kuartal kehidupan. Lantas bagaimana kita dapat memiliki keberanian itu? Begini yang dikatakan penulis.
Keberanian menghadapi tantangan dalam fase krisis kuartal kehidupan hadir ketika kita memilih untuk tetap percaya dan berusaha melakukan yang terbaik meskipun kita takut, dan ketika kita tetap tidak menyerah dan bangkit setelah dirundung kegagalan dan dihalau keraguan.Dalam perjalanan menemukan jati diri, persediaan keberanian perlu stok yang sangat banyak. Keberanian itu akan berguna saat kita menghadapi tantangan utama di perjalanan ini: sisi negatif diri sendiri.
Hambatan dalam penemuan jati diri, datang dari dalam diri kita sendiri. Pandangan negatif kepada diri sendiri menimbulkan self sabotage terhadap potensi yang ada dalam jiwa kita.
Bab 8: Terbangun
Sepanjang kehidupan, setiap harinya, setiap detiknya, kita bukanlah orang yang sama.Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dalam hidup. Saat sampai di penghujung terowongan, jiwa kita seolah terbangun dari sebuah mimpi buruk. Kita membawa serta perubahan yang terjadi di dalam terowongan itu.
Menurut penulis, saat terbangun dari mimpi buruk itu, kita sebaiknya bersiap untuk memegang kendali otomatis di dalam diri kita. Kita akan sampai pada tahap kesadaran atau awakening.
Semua yang telah kita alami, semua trauma yang kita hadapi, telah mengubah kita. Jiwa kita membutuhkan cangkang baru karena ia telah bertransformasi.
Saat inilah kita pada akhirnya meyakini apa hal yang paling berarti untuk kita, identitas yang kita pilih sebagai jati diri kita.
Bab 9: Sebuah Awal yang Benar
Saya menyukai pilihan kata ‘benar’ yang digunakan penulis di dalam bab 9. Alih-alih memilih kata ‘baru’, kata ‘benar’ memang lebih mendalam.Untuk memulai sesuatu yang baru, bukankah kita memang harus mendahuluinya dengan langkah yang benar?
Penulis menggunakan sebuah perumpamaan unik. Setiap rangkaian peristiwa, penulis ibaratkan sebagai rangkaian domino. Kontinuitas dalam kejatuhan domino-domino peristiwa selalu bersumber dari peristiwa pertama.
Agar kontinuitasnya tidak menimbulkan hambatan, kita mesti merangkainya secara cermat. Bagi penulis, inilah pentingnya memulai rangkaian domino dengan benar supaya kita tak perlu susah payah mengulang dari awal.
Hal itu juga berlaku dalam tatanan kehidupan kita. Menurut penulis, dalam hidup, kita tak bisa serta merta mengembalikan waktu atau membatalkan keputusan yang telah terjadi.
Waktu tidak bisa menunggu. Keputusan yang kita ambil menimbulkan berbagai perubahan.
Baca Juga: Review Antologi Kerinduanku Untukmu Ibu
Pandangan Reviewer tentang Buku Di Penghujung Terowongan
Pada bagian pengantar, penulis mengungkapkan bahwa buku ini adalah teman, jawaban dari kegelisahan, dan pengantar untuk para pembaca mencari informasi lebih jauh lagi baik secara internal (melalui perjalanan mengenal diri sendiri) maupun eksternal (mencari dari pengalaman orang lain atau informasi di buku dan internet).Saya amat setuju dengan klaim tersebut. Saya katakan di awal ulasan ini bahwa Di Penghujung Terowongan adalah seorang teman dengan wawasan yang bagus.
Sebagai sebuah buku self improvement–kalau boleh dikatakan demikian–penulis tidak menghujani pembaca dengan motivasi yang utopis.
Penulis menekankan pada ‘pengetahuan’ dan ‘informasi’. Ini sangat menarik. Pembaca diajak berpikir logis sekaligus filosofis.
Penulis menekankan pada ‘pengetahuan’ dan ‘informasi’. Ini sangat menarik. Pembaca diajak berpikir logis sekaligus filosofis.
Penulis menyertakan berbagai hasil penelitian yang mendukung opininya dalam menjelaskan filosofi-filosofi tentang pencarian jati diri. Sungguh paket komplet!
Meski berupa esai, untuk pembaca awam sekalipun, pembahasan di buku ini tidaklah njlimet. Gaya bertutur penulis sangat komunikatif. Tidak ada kesan menggurui, justru pembaca seperti diajak berdiskusi dua arah bersama penulis.
Dengan bahan bacaan yang begitu kaya, saya tidak heran penulis dapat menyampaikan gagasannya dengan sangat gamblang.
Meski berupa esai, untuk pembaca awam sekalipun, pembahasan di buku ini tidaklah njlimet. Gaya bertutur penulis sangat komunikatif. Tidak ada kesan menggurui, justru pembaca seperti diajak berdiskusi dua arah bersama penulis.
Dengan bahan bacaan yang begitu kaya, saya tidak heran penulis dapat menyampaikan gagasannya dengan sangat gamblang.
Seorang penulis yang baik, tentulah pembaca yang baik pula. Saya dapat merasakan kekayaan wawasan dan jiwa penulis di setiap paragraf buku ini.
Di Penghujung Terowongan, menurut saya adalah buku yang mesti dibaca setidaknya sekali seumur hidup. Buku ini bisa merombak kekerdilan pemikiran kita dalam melihat kehidupan.
Penulis memang tak menjanjikan bahwa kita akan berhasil menemukan jati diri setelah membaca bukunya. Hanya, bukankah lebih baik kita punya ‘buku panduan’ saat menghadapi masa-masa yang penuh kebimbangan itu?
Saat tahu profil Instagram Kaka, saya seneng banget dan mulai scrolling. Di sana saya menemukan tulisan Kakak yang lain yaitu puisi. Jujur saja, menurut saya. puisi yang Kakak buat is my cup of tea.
Saya sampai penasaran, sebagai debut buku pertama, mengapa Kakak memilih genre buku self improvement untuk menuangkan gagasan Kakak tentang quarter life crisis ini? Mengapa tidak mengemasnya dalam bentuk puisi?
Kak Jeanne: Hallo, saya jeanne. Terimakasih sdh membaca bukunya ya, sy akan menjawab pertanyaannya semoga bisa menghilangkan rasa penasarannya nih.
Di Penghujung Terowongan, menurut saya adalah buku yang mesti dibaca setidaknya sekali seumur hidup. Buku ini bisa merombak kekerdilan pemikiran kita dalam melihat kehidupan.
Penulis memang tak menjanjikan bahwa kita akan berhasil menemukan jati diri setelah membaca bukunya. Hanya, bukankah lebih baik kita punya ‘buku panduan’ saat menghadapi masa-masa yang penuh kebimbangan itu?
Wawancara dengan Shasky Jeanne (Kak Jeanne)
Reviewer: Halo, Kak Jeanne. Terima kasih banyak sudah mempercayakan buku luar biasa ini untuk diulas oleh media Penulis Garut. Saya merasa amat beruntung karena memiliki kesempatan untuk memahami isi kepala kakak yang luar biasa banget.Saat tahu profil Instagram Kaka, saya seneng banget dan mulai scrolling. Di sana saya menemukan tulisan Kakak yang lain yaitu puisi. Jujur saja, menurut saya. puisi yang Kakak buat is my cup of tea.
Saya sampai penasaran, sebagai debut buku pertama, mengapa Kakak memilih genre buku self improvement untuk menuangkan gagasan Kakak tentang quarter life crisis ini? Mengapa tidak mengemasnya dalam bentuk puisi?
Kak Jeanne: Hallo, saya jeanne. Terimakasih sdh membaca bukunya ya, sy akan menjawab pertanyaannya semoga bisa menghilangkan rasa penasarannya nih.
Saya memilih untuk menyampaikan gagasan lewat buku self improvement karena menurut sy bisa lebih detail dan komplit.
Penjabaran quarter life crisis itu luas sekali, peristiwa yang terjadi jg beragam jadi sy ingin pembaca mendapatkan pencerahan dengan mengambil pelajaran dari buku saya dengan lebih mudah melalui buku self improvement.
Sedangkan walaupun saya suka menulis puisi tapi menurut sy akan lebih terbatas cara penyampaian saya, dan jg terbatas kesimpulan yang bisa diambil pembaca, karena kalau puisi kan beda-beda ya setiap orang bisa menginterpretasikan tulisannya.
Reviewer: Jiwa kepo saya gak berhenti di Instagram Kakak, saya juga seneng banget pas lihat unggahan di akun Youtube Kak Jeanne terutama bagian personality talk pas ngebahas MBTI. Seru banget sih itu.
Kakak suka banget sama bahasan tentang psikologi ya? Saya pengen tahu sejak kapan ketertarikan Kakak terhadap dunia psikologi ini muncul dan apa sebabnya? Apakah ini berkaitan dengan kondisi kakak sebagai seseorang yang hyper sensitive person?
Kak Jeanne: Betul kak sy suka sekali dengan dunia psikologi, karena menurut sy manusia itu sangat menarik ya, banyak yg bisa dipelajari.
Kalau sejak kapan bisa dibilang sejak tahun 2014, sejak saya pindah kuliah dan mengambil jurusan teknik kimia, waktu itu disela-sela waktu setelah selesai kuliah saya sering mencari-cari jawaban atas rasa keingintahuan saya tentang psikologi, awalnya dari keingintahuan saya tentang mengetahui diri saya sendiri.
Benar, ada kaitannya, sebagai HSP (hyper sensitive person) secara emosional sy mudah mengenali perubahan emosi. Saat itu banyak muncul pemikiran, dan perasaan yang membuat sy ingin mencari tahu lebih dalam tentang diri saya.
Bermula dari situ lalu ketemu dengan MBTI, mulai dari sharing di youtube dan akhirnya kesampaian deh menulis buku tentang quarter life crisis ini, krna saya jg mengalami jd saya harap bisa memudahkan remaja2 lain yang sedang mengalami juga, bisa juga untuk para orang tua supaya lebih mengerti anak2 remajanya bahkan mengerti diri mereka sendiri juga.
Reviewer: Soal isi buku Di Penghujung Terowongan, saya gak bisa berkata-kata banyak. This is lit! Ada yang bikin saya penasaran di pada pembahasan Kakak soal ‘kendali otomatis’. Istilah kendali otomatis ini agak cukup ‘menakutkan’ saat saya bayangkan. Gimana kalau tiba-tiba jiwa kita direset tanpa kita sadari?
Bolehkah Kakak menjelaskan kepada pembaca kami apa yang Kakak maksud sebagai ‘kendali otomatis’ ini dan seberapa berpengaruh dalam hidup kita berdasarkan pengalaman Kakak?
Kak Jeanne: Konsep kendali otomatis ini udh lumrah ya diluar negeri dengan sebutan auto pilot. Jadi ibaratnya sebelum mengalami quarter life crisis yang dibuku dijelaskan termasuk ke fase kedua kehidupan yaitu pencarian jati diri, banyak manusia yang menjalani hidup dalam keadaan auto pilot.
Reviewer: Soal isi buku Di Penghujung Terowongan, saya gak bisa berkata-kata banyak. This is lit! Ada yang bikin saya penasaran di pada pembahasan Kakak soal ‘kendali otomatis’. Istilah kendali otomatis ini agak cukup ‘menakutkan’ saat saya bayangkan. Gimana kalau tiba-tiba jiwa kita direset tanpa kita sadari?
Bolehkah Kakak menjelaskan kepada pembaca kami apa yang Kakak maksud sebagai ‘kendali otomatis’ ini dan seberapa berpengaruh dalam hidup kita berdasarkan pengalaman Kakak?
Kak Jeanne: Konsep kendali otomatis ini udh lumrah ya diluar negeri dengan sebutan auto pilot. Jadi ibaratnya sebelum mengalami quarter life crisis yang dibuku dijelaskan termasuk ke fase kedua kehidupan yaitu pencarian jati diri, banyak manusia yang menjalani hidup dalam keadaan auto pilot.
Dalam keadaan auto pilot ini, kita tetap hidup seperti biasa tapi kita dalam keadaan tidak sadar kalau sebenarnya yang mengendalikan hidup kita, seperti memilih berbagai pilihan hidup, bukan benar2 diri kita sendiri (diri yang autentik). Kadang tidak semua orang berani kan untuk menjadi diri sendiri?
Kadang juga banyak orang yang dengan mudah bilang jadi diri sendiri aja, tapi sebenarnya gatau diri dia siapa. Karena perjalanan untuk mengetahui diri sendiri itu menakutkan, salah satu peristiwa yg akan membawa kita ke kesadaran penuh akan diri kita yaitu melalui quarter life crisis ini, atau ada jg yang menyebutnya secara spiritual sebagai dark night of the soul.
Memutus keadaan hidup auto pilot ini-nanti akan membawa kita ke proses "awakening" yang berhubungan dengan pertanyaan selanjutnya.
Kalau pengaruhnya secara pribadi sangat berpengaruh besar ya, contohnya kalau saya masih dalam keadaan auto pilot pasti sy ga akan menulis buku ini ๐ begitu jg untuk manusia lainnya, semakin banyak yang hidup dalam keadaan sadar dan memenuhi potensi terbaik diri, pasti semakin banyak perubahan baik untuk dunia ini.
Reviewer: Saya juga tertarik dan pengen diskusi lebih lanjut soal proses awakening. Rasanya, di beberapa agama atau kepercayaan, peristiwa ini dipandang sedikit sacral.
Menurut Kakak sendiri, apakah semua orang yang mengalami fase quarter life crisis akan mengalami proses ini juga? Atau proses ini hanya terjadi pada beberapa orang saja? Bisakah kita mengupayakan agar mendapatkan ‘awakening’ ini?
Kak Jeanne: Proses awakening itu sebenarnya bisa dikatakan misi seorang manusia di bumi, kalau saya sebagai muslim tentu ya ibadah adalah kewajiban kita yg utama. Tapi berfokus kepada misi manusia untuk melalui awakening ini tentu kita harus paham dulu kan untuk apa?
Awakening membawa kita ke kesadaran penuh sebagai jiwa yang menjalani kehidupan di bumi. Manusia adalah jiwa yang mempunyai raga, setiap jiwa memiliki tujuan hidup ketika dilahirkan kedunia, Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu tanpa tujuan kan?
Lewat awakening ini kita seperti mengalami peristiwa yang membuat kita tahu, apa tujuan hidup kita, atau sekedar membuat kita sadar dan merasa benar-benar hidup.
Menurut saya quarter life crisis ini yang akan membawa kita selangkah lebih dekat ke "awakening", hanya apabila kita menyadari bahwa kita sedang berada dalam fase tersebut dan belajar menghadapinya dengan sadar.
Kita bisa saja mengupayakan awakening ini, apabila kita diantar kehidupan untuk mengetahui konsepnya. Misalnya seperti para pembaca yang diarahkan untuk membaca buku ini, mungkin kalau belum mengalami,maka akan semakin dekat kesitu.
Jangan lupa bukan hanya awakening saja, itu hanyalah salah satu proses yang akan kita lalui. Masih ada transformasi dan lainnya yang menunggu, tujuan hidup memang penting agar kita mempunyai arah, tapi jangan lupa untuk menikmati perjalanannya agar kita selalu bisa berkembang dan memperbaiki diri.
Reviewer: Hal yang menurut saya gak kalah keren yaitu time management Kakak! Bagaimana tidak, sebagai seorang ibu dengan anak yang masih cukup kecil, Kakak bisa merampungkan buku yang gak kaleng-kaleng.
Kalau berkenan, bolehkah Kakak berbagi pengalaman kami terutama dalam mengatur waktu penyelesaian naskah? Siapa tahu ini bisa jadi motivasi untuk ibu muda berbakat lainnya yang masih ragu-ragu untuk menerbitkan buku!
Kak Jeanne: Wah benar kak, sebenarnya saya juga bukan orang yang mempunyai time management baik secara natural. Sehingga saya harus mengupayakan untuk melampaui diri saya.
Reviewer: Hal yang menurut saya gak kalah keren yaitu time management Kakak! Bagaimana tidak, sebagai seorang ibu dengan anak yang masih cukup kecil, Kakak bisa merampungkan buku yang gak kaleng-kaleng.
Kalau berkenan, bolehkah Kakak berbagi pengalaman kami terutama dalam mengatur waktu penyelesaian naskah? Siapa tahu ini bisa jadi motivasi untuk ibu muda berbakat lainnya yang masih ragu-ragu untuk menerbitkan buku!
Kak Jeanne: Wah benar kak, sebenarnya saya juga bukan orang yang mempunyai time management baik secara natural. Sehingga saya harus mengupayakan untuk melampaui diri saya.
Semua skill itu dapat dipelajari ya, termasuk time management. Saya tipe penulis yang mengikuti intuisi, jadi saat itu intuisi saya yakin harus menulis dan merasa sudah penuh kepala saya harus dituangkan ke buku๐ takutnya kalau ditunda tidak akan pernah terjadi.
Jadi sebagai komitmen saya ikut kelas trainer menulis, dan saat itu banyak penulis lainnya yang seangkatan sama saya ingin menulis buku. Setiap hari harus setor minimal 4 halaman dan benar2 di data oleh pendamping, mereka jg pakai sistem eliminasi, jadi yang 3x tidak setor dieliminasi, dan akhirnya hanya beberapa saja yang berhasil selesai naskahnya termasuk saya.
Karena menyadari kekurangan saya dalam time management, jadi saya mencari bantuan dengan kelas tersebut, sisanya tinggal komitmen saya untuk setor 4 halaman setiap hari, jadi saya buat schedule kegiatan harian dan masukin target menulis 4 halaman setiap hari
Alhamdulillah berhasil komitmen sampe akhir selama 3 bulan walaupun abis itu sy positif covid ๐mungkin kecapean tapi sangat worth it. Menulis buku menurut saya yg penting komitmen sih, kalau penulis ya berarti harus sempatkan untuk menulis, membaca, brainstorming, dan terus mengembangkan diri setiap hari, tapi ingat jangan terlalu keras sama diri sendiri ya ibu2 muda kita semua masih belajar ๐
-
Penulis buku Di Penghujung Terowongan dapat disapa melalui laman Instagram @shasky_jg.