Review Novel Si Burung Penyendiri karya Akami

Review Novel Si Burung Penyendiri karya Akami

Terus terang saja, saya sangat terkesan membaca bagian awal cerita Si Burung Penyendiri.

Novel ini melampaui ekspektasi saya. Dan saya kemudian memutuskan meluangkan banyak waktu untuk menikmati buah karya Akami ini, sebab saya sangat tertarik membaca novel ini.

Bagaimana saya tidak tertarik?

Mulai dari prolog, penulis sukses menciptakan first impression positif bagi saya. Saya dibuat candu membuka setiap lembaran cerita di dalam novel ini. Hingga dalam waktu dua hari saja, saya berhasil mengkhatamkan novel ini dengan enjoy.

Untuk mengenal lebih lanjut novel Si Burung Penyendiri karya Akami, simak ulasan berikut.

Baca Juga: Review Buku Hold On and Stay Calm

Review Novel Si Burung Penyendiri karya Akami

Deskripsi Buku

Judul: Si Burung Penyendiri
Penulis: Akami
Penerbit: CV. Teori Kata
Isi: iv + 199 halaman
Tahun Terbit: Agustus 2023
Kategori: Novel

Gambaran Umum Novel Si Burung Penyendiri

Novel ini mengisahkan perjuangan tokoh utama bernama Mazab bersama kedua sahabatnya, Zam dan Baz. Mereka menciptakan iklim perdamaian di Sekolah Menengah Pertama Mutiara Bangsa.

Tidak habis pikir, sahabat yang semestinya menciptakan iklim perdamaian di kelas malah harus didamaikan. Dalam hal ini, penulis pandai menciptakan alur cerita dan karakter yang menantang untuk ditebak. Saya selalu menemukan plot twist di setiap bagian cerita.

Uniknya, tiga orang itu memiliki karakter yang saling bertolak belakang. Perbedaan karakter mereka 180 derajat. Seperti jarak langit dan bumi. Jauh sekali.

Persahabatan mereka berawal dari pertikaian dan konflik tugas kelompok. Pertikaian dan konflik yang terjadi sangat kompleks, sehingga pihak berwajib harus turun tangan sebagai mediator.

Ada dua kasus yang membuat saya sampai tercengang dari kisah mereka, pertikaian sekompleks itu apakah benar-benar dilakukan oleh pelajar di bangku SMP?

Kasus tersebut salah duanya adalah penyekapan dan pengeroyokan kepada Mazab atas kesuksesan timnya dalam menyelesaikan tugas kelompok. Kasus satunya lagi perkelahian Baz dan Zam di taman kota yang bertindak anarkis gara-gara asmara.

Akan tetapi tidak heran memang, ada dua sesi cerita yang membuat pihak kepolisian dilibatkan dalam kedua kasus tersebut. Namun, saya rasa, itu cukup realistis. Mengingat kasus-kasus serupa juga kerap saya temukan di media pemberitaan masa kini.

Seperti kata A. Couser dalam teorinya, konflik tidak serta-merta mengarah pada hal negatif dan perpecahan. Kisah di dalam novel ini yang terbagi menjadi 17 bagian cukup menginterpretasikannya.

Bagaimana kisah lengkap mereka?

Jawabannya tentu saja, kamu harus meminang novel ini.

Tokoh-Tokoh yang Memeriahkan Novel Si Burung Penyendiri

Mazab: Tokoh Utama (Si Burung Penyendiri, sering dibully).

Meskipun Mazab sosok yang polos, pendiam, dan penyendiri, namun ia memiliki kemampuan daya analitis yang baik. Diamnya adalah kebijaksanaan. Diamnya memuat segudang ilmu, bukan lugu. By the way, Mazab jago beladiri lokal (asli asal daerahnya).

Ayah & Ibu Sinar: Orangtua Mazab berasal dari desa. Pepatah Sunda bilang, uyah mah tara tees ka luhur. Maknanya, anak itu tidak akan jauh berbeda dari orangtua.

Ayah Mazab ini merupakan sosok yang karismatik, humanis, bijaksana, juga pandai bela diri. Ibunya sosok pemaaf, juga baik sekali.

Kakek Uma: Kakek Mizan juga berasal dari desa. Ia merupakan sosok yang tidak kalah pandai membela diri. Ia bijaksana, humoris, dan senang bercerita.

Paman dan Bibi: Saudara Mazab, orangtuanya selama bersekolah di kota.

Zam Surya: Sahabat Mazab. Dijuluki Dewa Malas Sekolah. Ia misterius, namun pandai menerka bak detektif, juga cerdas. Punya kebiasaan unik, yaitu hanya belajar ketika ada dorongan belajar yang tidak tertahankan.

Bazariya: Sahabat Mazab juga. Ia paling rajin, berprestasi, on time, disiplin, dan teratur. Hobinya belajar setiap waktu. Baginya, waktu adalah ilmu. Dan diam adalah kerugian yang sangat fatal.

Paman Ikhwan: Ayah Baz, sahabat Paman Akhkam.

Mawar: Murid pindahan yang selalu menjadi buah bibir sekolah sebab cantik dan baik. Mawar ini ternyata sahabat masa kecil Baz yang menjadi kekasih Zam. Bahkan ia menjadi salah satu pemicu perubahan karakter Zam dan Baz.

Paman Akhkam: Ayah Mawar, sahabat Paman Ikhwan.

Pak Tegas/Bung Tangkas: Guru baru yang tegas, disiplin, teliti, juga penyayang.

Pak Arif Budiman: Guru mata pelajaran akhlak. Ia bijaksana dan penuh rahmah.

Pak Bagus: Guru Bahasa Indonesia. Ia baik, tapi agak usil.

Magfirah, Yud, Pard, Faj, Ainun, Ndang, Brar, Wardi: Teman kelas di sekolah.

Novel Ini Berisi Ilmu Pengetahuan yang Terintegrasi dan Menyenangkan

Novel Si Burung Penyendiri kaya akan ilmu pengetahuan. Mulai dari kategori Filosofi, Sejarah, Biografi, Sosiologi, Psikologi, hingga Agama. Membaca novel ini, saya jadi teringat pembelajaran Filsafat PIPS semasa di kampus.

Penulis pandai mengemas ilmu pengetahuan ke dalam alur cerita. Melalui alur cerita para tokoh, penulis menceritakan ilmu pengetahuan di Eropa. Mulai dari abad kegelapan atau yang dikenal dengan the dark age, hingga pencerahan di abad Renaissance-Aufklarung.

Bersamaan dengan masa itu, Islam tengah mengalami abad kejayaan. Atau yang kita kenal dengan istilah Golden Age. Ketika ilmu pengetahuan berkembang pesat dari para cendekiawan muslim. Hingga pada akhirnya, pengetahuan itu menjadi tonggak awal kemajuan Eropa Modern.

Sedikitnya pembaca akan dikenalkan tiga tokoh cendekiawan muslim dengan berbagai temuannya. Selain itu, dapat dipastikan bahwa dari 17 bagian cerita terdapat berbagai pesan moral yang dikemas dengan cara yang berbeda. Mulai dari peribahasa, pepatah lama, legenda, mitologi, hingga filosofi.

Novel Ini Sangat Inspiratif

Novel Si Burung Penyendiri ini ramah dibaca oleh semua kalangan. Sebab, konflik serta resolusinya diambil dari berbagai sudut pandang.

Beberapa hal yang menjadi penekanan dari karya Akami ini adalah cara menyikapi konflik, pertikaian, manajemen emosi, parenting orangtua, hingga metode pembelajaran.

Novel ini mengingatkan saya pada sosok dosen humanis di kampus, beliau berkata, “Mendidik bukan menghardik. Membina bukan menghina.”

Mengajar dan mendidik tidak tertuju pada nilai atau angka. Hal ini saya dapati melalui alur cerita yang berlatarkan keluarga cemara dan anak sekolahan pada novel ini.

Pandangan Reviewer mengenai Novel Si Burung Penyendiri

Novel ini sarat akan kisah sejarah. Pepatah lama mengatakan Hystoria Vitae Magistra “Sejarah itu mewariskan kearifan.”

Hadirnya karya tulis Akami ini menjadi penguatan seorang tokoh Verba Volant Scripta Manent, bahwa sehebat apapun ucapan yang kita ungkapkan pasti akan mudah lupa, namun kita bisa mengabadikannya lewat tulisan.

Saya senang dengan konsep berpikir kreatif penulis. Dari ilmu pengetahuan yang didapatinya, ia mengemasnya dengan membuat karya Si Burung Penyendiri.

Konflik dan fenomena sosial dalam alur cerita novel ini sungguh realistis, karena problematikanya diangkat dari kehidupan sekitar. Resolusi serta catatan keilmuan dijadikan bahan renungan dan rekomendasi jawaban atas problematika tersebut.

Finally, saya sangat senang membaca novel ini. Banyak sekali nilai-nilai ke Ips-an yang saya dapati. Bahkan boleh dibilang, novel ini dapat dijadikan bahan penelitian sebagai sumber belajar mata pelajaran IPS.

Sebelum ke sesi wawancara, saya akan mengutip salah satu pesan moral dari tokoh Mazab ketika mendapat bully-an dan berhasil membuat teman-teman sekelasnya diam.
Jika Aku Si Burung Penyendiri yang memiliki pandangan luas tak bertepi, berarti kalian Harimau yang berpandangan sempit, merasa raja hutan padahal ada Raja di atas raja, dialah Tuhan Yang Maha Esa.
Baca Juga: Review Novel Project: INK

Wawancara dengan Akami

Reviewer: Masyaa Allah, saya begitu menikmati makna dibalik fenomena dan problematika kehidupan lewat buku ini. Hampir setiap bagian cerita mengandung nilai filosofis. Itu yang menarik atensi saya untuk tidak melewatkan novel ini. Bahkan mulai dari halaman pertama.

Kalau boleh tahu, inspirasinya dari mana kakak mendapatkan muatan filosofis tersebut?

Akami: Inspirasi filosofisnya itu saya dapat, setelah membaca buku tasawuf modern dan falsafah hidupnya Buya Hamka. Tata bahasanya yang sederhana yang membuat saya terkesan dan mengasah renungan-renungan saya tentang arti kehidupan. Intinya saya sangat terkesan dan mempengaruhi saya dari kedua buku legendaris itu.

Reviewer: Alur cerita dalam novel ini cukup kompleks. Kalau boleh tahu kakak bisa ceritakan berapa lama riset penokohan, tempat, konflik, cerita serta kendala maupun tantangannya?

Akami: Saya mulai tulis ini akhir 2019, tetapi sempat berhenti karena kehabisan ide, namun awal 2020 baru kembali mulai. Pada saat itu covid-19 sedang merebak. Inspirasi dalam tokoh ini saya bangun dari berbagai karakter yang dimiliki teman-teman saya ketika dulu sekolah pesantren.

Tempatnya ini (maksudnya sekolahnya) benar-benar fiktif, sekolah itu sebenarnya gambaran sekolah ideal yang ada dalam imajinasi saya.🙏 Kebanyakan bab-bab dalam novel ini selesai saya tulis pada saat bulan Ramadhan 2020 silam. Kendalanya itu terletak pada penggambarannya. Sementara tantangannya terletak pada bagaimana menggambarkan peristiwa ini secara realistis.

Reviewer: Buku ini memuat pesan moral yang begitu penting dan mendalam. Kalau boleh kakak ceritakan, keresahan atau hal penting apa yang ingin kakak tekankan kepada pembaca lewat hadirnya karya ini?

Akami: Penekanan saya terletak pada menipisnya akhlak dan moralitas generasi muda sekarang, satu contoh misalnya dalam hal pacaran, kadang bertengkar hanya gara-gara memperebutkan seorang wanita yang notabene-nya belum sah dia miliki. Ketimbang misalnya sibuk pacaran, kenapa tidak sibuk belajar saja kan, padahal belajar ini nantinya akan lebih berguna dibandingkan dengan pacaran yang menyita banyak waktu.

Reviewer: Saya mencium karya kakak ini ada muatan ke-Ips sannya🤭bidang yang saya senangi. Apakah kakak juga demikian? Mengingat setiap bagian cerita dipastikan memuat unsur sejarah, geografi, serta keislaman. Saya jadi teringat filsafat ilmu Pips.

Akami: Kebetulan S1 dan S2 saya jurusan sejarah peradaban Islam. Berkaitan dengan jurusan ini saya sudah tertarik sejak kecil. Walau yang memicu saya tertarik dengan sejarah itu karena cita-cita masa kecil saya yang ingin jadi tentara 🤭 (khas cita-cita anak 90-an kan?😃).

Dari cita-cita itu saya terbiasa membaca buku-buku IPS yang bertema perjuangan kemerdekaan. Tetapi karena tidak tinggi akhirnya cita-cita masa kecil itu kandas🤭 saya kuliah dan lulus di jurusan sejarah kebudayaan Islam, fakultas adab dan humaniora, UIN Alauddin Makassar. Jadi intinya ini juga bidang saya senangi.😃

Reviewer: Sekolah dalam cerita agaknya berbasis IT atau keagamaan, dilihat dari spesifikasi mata pelajaran keagamaannya. Kalau boleh tahu kenapa kakak tidak mengambil latar tempat asrama maupun semacam madrasah ibtidaiyah saja?

Akami: Sekolah ini sebenarnya gambaran tentang sekolah ideal yang menurut saya cocok untuk masa sekarang. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan umat untuk membangun peradaban, tetapi ilmu keagamaan jangan dilupakan, karena dia menjadi ruh bagi peradaban.

Landasan pemikiran saya ini terinspirasi dari sifat pendidikan pada masa peradaban Islam mencapai puncaknya. Ternyata mereka tidak membedakan antara ilmu pengetahuan umum dengan agama. Sampai-sampai ada ulama yang ahli di bidang ilmu pengetahuan umum sekaligus ilmu keislaman. Salah satunya misalnya paling banyak dikenal ibn Rusyd.

Beliau filosof sekaligus ahli fikih. Dua ilmu yang berdasarkan kacamata kita sekarang terlihat bertolak belakang. Kenapa saya tidak ambil madrasah ibtidaiyah saja karena madrasah identik dengan sekolah keagamaan. Juga karena latar madrasah dalam novel yang terkait keagamaan sudah banyak. Lagi pula tujuan saya kan bukan untuk menyatukan dua ilmu yang terlihat bertolak belakang.

Reviewer: Karakter tokoh dalam cerita memiliki daya tariknya tersendiri. Hal tersebut menjadikan tokoh-tokoh tersebut seolah hidup membangun imajinasi pembaca. Satu hal yang menarik perhatian saya, dari pola pikir tokoh dalam cerita saya banyak sekali pembelajaran.

Bisakah diceritakan dengan pola pikir yang bijaksana ini (Divergent) mengapa kakak bangun pada tokoh sosok SMP yang bisa dikata pola pikirnya masih kongkret, mengapa tidak termanifestasi pada tokoh SMA yang pola pikirnya sudah abstrak? Sederhananya kenapa sih kakak buat tokohnya usia anak SMP, bukan SMA🤭?

Akami: Lagi-lagi saya terinspirasi dari ulama-ulama dulu yang tingkat kedewasaannya itu melampaui umurnya. Bagi saya tingkat kedewasaan itu muncul karena pengalaman dan juga pengaruh literasi.

Tokoh Mazab dalam buku ini adalah gambaran ideal dari hasil didikan dari sekolah yang tidak mendikotomikan ilmu pengetahuan. Sehingga dari usia belia, dia sudah bisa memahami kompleksitas hidup.

Selain itu, inspirasi saya juga datang dari ayah saya, yang cepat sekali ditinggal mati oleh ayahnya, sehingga dari sejak SD sudah bekerja membantu ibunya berkebun, bahkan ketika SMP, sepulang dari sekolah yang jaraknya berpuluh-puluh kilometer jalan kaki, harus bekerja di kebun.

Jadi memang usia SMP itu usia yang berpikir konkret, tapi tidak semua juga. Itu berdasarkan pengalaman hidupnya atau lewat pengaruh literasi.

Reviewer: Saya tertarik dengan strategi serta metode mengajar dari tokoh Pak Tegas. Boleh kakak ceritakan dapat inspirasinya dari mana?

Akami: Intinya karakter Pak Tegas ini nyentrik. Susah ditebak. Jadi inspirasinya itu dari Kyai saya dulu sewaktu di pesantren.

Guru saya ini memang tidak persis sama dengan karakter Pak Tegas. Tapi Kyai saya dulu itu orang susah ditebak. Bahkan anak yang paling bandel sekalipun pasti menghormatinya. Kalau dihukum oleh beliau tidak ada yang keberatan. Beliau orangnya kharismatik.

Kalau soal karakter Pak Tegas itu berdasarkan imajinasi saya. Tetapi inspirasinya dari beliau, guru saya.

-

Penulis novel Si Burung Penyendiri dapat disapa melalui laman Instagram @ahmadkarim387.

Reviewer: Siti Sunduz

BACA JUGA: Review Novel Pencarian di Esmeraldas
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url