Review Novel Pencarian di Esmeraldas karya S. Sachiko

Review Novel Pencarian di Esmeraldas karya S. Sachiko

Masa kecil atau masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa paling indah bagi banyak orang. Bermain boneka, kejar-kejaran, perosotan, dan sebagainya.

Namun nyatanya, tidak semua orang mempunyai masa kecil yang manis. Beberapa orang justru memiliki kenangan pahit di masa kecil, yang kemudian mempengaruhi kondisi psikologisnya saat dewasa. Dan bukan tidak mungkin, kenangan atau kejadian pahit di masa kecil disebabkan oleh orang terdekat atau keluarga sendiri.

Dalam novel Pencarian di Esmeraldas, dikisahkan seorang wanita diculik. Penculikan wanita tersebut, dalang utamanya adalah orang yang di masa kecilnya dianggap hina dan bodoh. Bahkan ibunya sendiri kerap menyiksanya.

Dipukul, diludahi, disundut rokok, ditendang, dilempar, disuntik obat-obatan terlarang, adalah makanan sehari-hari si dalang penculikan itu saat dirinya kecil. Impact-nya ketika dewasa, ia menjadi buas, bengis, dan kejam.

Ingin tahu sekejam apa si penculik biadab itu?

Simak ulasan berikut.

Baca Juga: Review Novel Project: INK

Review Novel Pencarian di Esmeraldas karya S. Sachiko

Identitas Buku

Judul: Pencarian di Esmeraldas
Penerbit: CV One Peach Media
Pengarang: S. Sachiko
Tahun: 2023
Isi: xii 246 hlm
ISBN: 978-623-483-155-9

Gambaran Umum Novel Pencarian di Esmeraldas

Novel dengan tebal 246 halaman ini dibuka dengan keindahan pantai Cala Mesquida, Mallorca. Namun, keelokan pantai ini tidak lagi dikunjungi turis akibat pandemi Covid-19.

Orang-orang yang bekerja di sekitar pantai tentu merasakan dampak dari pandemi tersebut, termasuk pemandu cantik bernama lengkap Freya Galindez.

Praktis, dengan kondisi pantai seperti itu, Freya sudah tidak mau bekerja di Mallorca. Ia ingin mencari tantangan baru. Sehingga, ia mengirim dokumen lamaran pekerjaan ke berbagai kota. Madrid adalah salah satu kota yang ditujunya.

Di suatu hari, Freya kemudian menerima sebuah surat. Isi surat diawali dengan ucapan selamat. Ia tersenyum membaca surat lantaran dirinya ditawari pekerjaan menjadi model media busana terkenal di Madrid. Ia pun menerima tawaran tersebut.

By the way, Freya sebenarnya tidak terlalu serius mengirim lamaran sebagai seorang model. Ia melakukannya hanya karena sering mendapat banyak pujian dari wisatawan yang dipandunya di pantai.

Persahabatan & Latar Belakang Keluarga Freya

Satu-satunya orang yang layak untuk mendengarkan kebahagiaan Freya ialah Ivan, sahabat setianya sejak kecil.

Dia merupakan orang yang selalu mendukung Freya dalam kesulitan dan membersamai Freya dalam kesedihan. Terlebih, Ivan orang yang paling melindungi dan peduli kepada Freya.

Mendengar Freya mendapatkan pekerjaan baru sebagai seorang model, Ivan dilema. Di sisi lain, dia mendukung. Namun, di sisi lainnya lagi, tentu saja jarak memisahkan persahabatan mereka.

Bagaimana dengan ibu dan ayahnya Freya?

Sedari kecil, Freya tidak pernah mengenal ibunya. Lalu ketika ia berusia 16 tahun, ayahnya meninggal. Dengan demikian, wanita yang kini berusia 21 tahun ini tidak punya siapa-siapa lagi selain Ivan.

Singkat cerita, berangkatlah Freya menuju Madrid. Namun, ia harus singgah dulu di Pelabuhan Denia. Dan, di sanalah awal dari segalanya…

Ya, Awal dari Segalanya

Saat menginjakkan kaki di kota baru, baik itu seorang turis maupun perantau seharusnya berhati-hati dengan orang asing.

Lantas, entah apa yang bersarang di kepala Freya, ia dengan mudahnya ngobrol panjang lebar dengan Sergio usai makan malam di sebuah kafe. Ia bilang, singgah di Pelabuhan Denia sendirian. Bahkan mengatakan kalau orangtuanya sudah meninggal.

Sergio sendiri adalah orang jahat yang kerap menculik wanita dengan modus bekerja sebagai fotografer di sebuah majalah Denia. Wanita-wanita yang diculiknya seperti Freya; datang sendirian tanpa ditemani keluarga.

Bodohnya lagi, malam sudah larut, Freya mau-mau saja diajak ke studio milik Sergio.

Setibanya di studio, Freya dipotret. Hasil jepretan pertama oke. Namun, lama-kelamaan permintaan Sergio kurang ajar. Dia ingin memotret Freya dalam keadaan pakaian terbuka.

Freya menolak, ia keluar dari studio lalu menuju hotelnya.

Tiba di hotel, saat Freya tidak sadar sudah berapa lama tertidur karena pahanya terasa diraba, seseorang ternyata telah berada di kamarnya. Dan dia adalah Sergio dengan ekspresi wajah bagai anjing kelaparan.

Freya berteriak sekeras mungkin, tetapi Sergio menutup mulutnya. Kemudian, wanita malang ini tidak pasrah begitu saja. Ia melawan. Namun, apa daya, ia harus berhadapan juga dengan lelaki raksasa bernama Rudy.

Satu wanita melawan dua lelaki, jelas Freya tidak bisa berbuat apa-apa.

Pada akhirnya, penyergapan Freya oleh dua lelaki itu membuat dirinya kehilangan keperawanannya. Ia pun dibawa ke Esmeraldas, Ekuador.

Para Polisi Esmeraldas

Lama tidak mendengar kabar Freya, Ivan jauh-jauh dari Spanyol ke Ekuador untuk mencari sahabatnya. Ia datang ke kantor polisi Esmeraldas.

Polisi pun sempat bertanya, apa alasan Ivan ke Esmeraldas? Kenapa dia seyakin itu sahabatnya hilang di Ekuador?

Ivan kemudian menjelaskan dari informasi yang beredar bahwa, banyak kasus penculikan tunawisma dan anak-anak muda yang terlantar karena tidak punya pekerjaan. Itulah alasan dirinya ke Ekuador.

Nama-Nama Polisi Esmeraldas yang Mencari Freya

Pioli Caicedo – Berpangkat kapten dan anggota polisi bagian kriminal di Esmeraldas

Sersan Alicia Urvina Herdiana – Polwan

Joaquin – Polisi yang kerap menanyakan sesuatu yang tidak penting

Luiz Martinez – Detektif Kepolisian. Salah satu anggota Tim Pioli

Para polisi ini selalu saja menemukan mayat wanita. Anehnya, terukir di tubuh para mayat bertulisan ‘Bubblezee’.

Untuk mengantisipasi banyaknya korban yang berjatuhan lagi, Pioli menghimbau kepada masyarakat agar waspada, terutama warga yang memiliki anak perempuan usia remaja.

Si Penculik Kejam

Dalang utama dari penculikan para wanita remaja, nama samarannya Bubblezee. Dia sosok yang berjubah. Dan tidak jelas, apakah dia laki-laki atau perempuan.

Untuk mendeskripsikan kekejaman Bubblezee, mula-mula dia mengunci wanita hasil culikannya di ruangan seperti hanggar. Dia menyuruh wanita itu membuka baju, dan bilang ‘peluklah aku’. Mau buka baju atau tidak, mau memeluknya atau tidak, tetap saja dia akan membunuh.

Katakanlah calon korban Bubblezee memeluknya, maka secepat kilat dia akan menusuk leher korban dengan ujung besi tipis. Setelah korban tewas, dia menyalakan kompor dan memasak gulai kari instan.

Dia lalu menuangkan gulai tersebut ke dalam gelas takar. Seluruh kari dalam gelas takar dituangkannya ke mulut korbannya.

Tidak sampai disitu saja, Bubblezee bakal mengacak-ngacak wajah korban dengan sudut kampak secara asal, hingga wajah korban tidak dikenali lagi. Terakhir, dia akan menggores perut korban dengan bertulisan “Bubblezee”.

Pertanyaannya, siapa sosok di balik Bubblezee si biadab ini?

Bagaimana dengan pencarian Freya di Esmeraldas?

Apakah Ivan dan para polisi berhasil menemukan Freya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, silakan pinang saja novel thriller ini.

Baca Juga: Review Buku Mewaspadi Panjang Umur

Sudut Pandang Reviewer Terhadap Novel Pencarian di Esmeraldas karya S. Sachiko

Secara keseluruhan, novel Pencarian di Esmeraldas digarap dengan riset yang cukup mendalam. Ada banyak bagian yang memorable banget bagi saya tentang kedua negara yang diangkat penulis. Terutama Ekuador.

Per Agustus 2023 lalu, faktanya keamanan Ekuador memang menjadi sorotan. Pasalnya, salah satu calon presiden di negara ini tewas ditembak oleh kelompok kriminal. Sehingga, informasi yang saya baca tentang negara yang terletak di Amerika Latin itu seolah sama persis dengan konflik di dalam novel ini.

Ya, saya jadi ingat sama sosok Gustavo Alfaro, ayahnya si Bubblezee keparat itu.

Selebihnya, gaya penulisan dalam novel ini mudah saya pahami. Per chapter pun hanya memuat beberapa lembar saja, sehingga tidak membuat saya bosan. Kemudian, kondisi mencekam dalam novel thriller yang satu ini menjadi bagian favorit saya.

Kejanggalan saya dalam novel ini hanya terletak pada, mengapa Freya bisa semudah itu ngobrol dengan orang asing? Sudah tahu kondisi dunia sedang kacau-balau akibat Covid. Sudah jelas mulai dari suasana pelabuhan Denia, hotel, dan orang-orang aneh yang dilihatnya itu membahayakannya.

Kejanggalan ini pun saya tanyakan langsung kepada sang pemilik pena, dan berikut jawaban S. Sachiko yang saya rangkum dalam sesi wawancara.

Wawancara Kami dengan S. Sachiko

Reviewer: Halo Mas Sachiko, tolong ceritakan kepada kami tentang bagaimana Mas melakukan riset yang cukup mendalam mengenai negara Spanyol dan Ekuador? Proses kreatif risetnya seperti apa?

S. Sachiko: Riset untuk setting tempat yang saya lakukan adalah dengan membuka aplikasi peta di smartphone. Membuka foto-foto via mesin pencarian seperti Google. Untuk rute, saya juga mengecek via aplikasi tiket atau aplikasi wisata. Membaca berbagai macam kebudayaan Spanyol dan Ekuador yang punya kemiripan terutama dari segi bahasa.

Sisanya imajinasi akan bermain.

Reviewer: Tolong ceritakan juga awal mula Mas Sachiko suka menulis novel beraliran thriller dan kriminal? Rekomendasikan satu buku favorit Mas Sachiko dengan genre tersebut.

S. Sachiko: Saya mulai menulis thriller dan kriminal sekitar tahun 2015 bersama seorang sahabat. Setelah itu sempat vacum, lalu mulai lagi sekitar tahun 2020 akhir. Penulis favorit saya untuk genre ini adalah Keigo Higashino, dan judul buku dari beliau yang saya suka adalah kesetiaan mister X.

Reviewer
: Masuk ke pembahasan isi novel, apa sih alasan terbesar Bubblezee tidak membunuh Freya layaknya ke wanita-wanita lain? O ya, Rudy sebenarnya tahu tidak di balik sosok Bubblezee ini siapa? Haha agak bingung dalam hal ini.

S. Sachiko: Karena belum tiba waktunya saja. Bubblezee hanya membunuh wanita yang sudah bosan dinikmati oleh ayahnya. Simpel. Ia membunuh karena kebutuhan, bukan keinginan. Tentu tidak, karena ayahnya sangat menjaga privasi Alicia.

Reviewer: Kenapa ya Freya bisa dengan mudah gitu ngomong ke orang asing kalau dirinya sendirian, lalu terus terang sudah tidak punya keluarga, apakah sifat orang Eropa memang terbuka ke orang asing? Kita diskusi saja soal ini ketika Freya ngobrol dengan Sergio.

S. Sachiko: Setting dari novel ini adalah ketika keadaan sedang tidak baik-baik saja pasca pandemi. Orang jadi lebih rentan kondisi psikologisnya untuk mudah bercerita kepada orang lain yang membuatnya nyaman. Selebihnya tentu merupakan ide kreatif penulis.

Reviewer: Diskusi lain, Mas Sachiko ini cukup berani ya menulis novel thriller atau kriminal. Sebenarnya setahu Mas, seberapa banyak sih ceruk pembaca thriller? Sempat mikir ke sana nggak saat menulis novel ini? Apa nothing to lose aja nggak mikirin penjualan misal?

S. Sachiko: Novel thriller di Indonesia sebenarnya lumayan laris, buktinya banyak novel novel beraliran ini dijual bahkan sejak dulu. Sherlock Holmes, detektif conan, poirot, miss marple adalah contoh paling klasik.

Yang sedikit itu justru penulis lokal Indonesia yang mau menulis ini, hahaha. Karena tema novel thriller kurang familiar dengan kejadian sehari-hari di kitanya, tapi semoga deh, karena akan ngeri juga kejadian aneh-aneh seperti di novel thriller ada di negara kita. Hahaha.

Lagipula, novel thriller umumnya lebih bebas nilai, makanya saya juga memilih setting di negara lain, penulis lain juga begitu. Kalau masalah penjualan, ya itu tergantung bagaimana promosi dan minat orang. Malah novel thriller sebelumnya cukup menjual meski awalnya saya jarang promosi.

Reviewer: Terakhir, kami penasaran, apa yang melatarbelakangi Mas Sachiko nerbitin buku via penerbit indie? Barangkali bisa jadi lho naskah novel thriller disukai penerbit besar.

S. Sachiko: Biar cepat dan pasti HAHAHA. Penerbit mayor biasa memakan waktu itu 3-6 bulan untuk seleksi saja, dan perkara ETIKA seorang penulis tentu saya tidak akan mengirim naskah sekaligus ke banyak penerbit walau tidak ada aturan tertulis soal ini.

Ketika naskah diterima, masih butuh waktu lagi berbulan-bulan lamanya hingga terbit. Ada yang pernah cerita, sampai 2 tahun. Dan royalti juga kecil kalau kita bahas soal laba.

Memang diterbitkan di mayor itu worthed sekali, baik dari segi promosi maupun gengsi tapi seiring perubahan pola perilaku masyarakat, buku juga dapat menjual melalui media sosial. Penulis lain juga ada kok yang pindah dari mayor ke indie

-

Penulis novel Pencarian di Esmeraldas dapat disapa melalui laman Instagram @s.sachiko_.

BACA JUGA: Review Buku Hold On and Stay Calm
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url