Review Novel Dua Sejiwa karya Hyu

Review Novel Dua Sejiwa karya Hyu

Hakikatnya, anak adalah anugerah terindah. Sekaligus amanah yang Tuhan berikan kepada orang tua. Keberadaan anak sangat dinanti-nantikan sebagai penyempurna kebahagiaan dalam keluarga.

Namun sayangnya, banyak orang tua yang tidak mampu menjaga amanah. Pasalnya, kasus pembuangan bayi sering terjadi di mana-mana. Dan motif dari kasus ini bermacam-macam alasannya. Mulai dari himpitan ekonomi, bayi hasil hubungan gelap, hingga masalah kejiwaan.

Dalam novel Dua Sejiwa, dikisahkan sepasang suami-istri ‘membuang’ kedua bayinya yang baru berumur satu bulan di dalam kereta. Bayi mereka kembar dampit atau kembar pengantin; laki-laki dan perempuan.

Bayi berjenis kelamin laki-laki ‘dibuang’ oleh ibunya di KA Gaya Baru Malam Selatan jurusan Surabaya-Jakarta, sedangkan bayi perempuan ‘dibuang’ oleh ayahnya di KA Logawa jurusan Purwokerto-Surabaya.

Sepasang suami-istri itu menyertakan surat yang mereka yakini kalau si kembar akan kembali setelah dewasa. Masing-masing surat sengaja diletakkan di bawah tubuh si bayi di dalam sebuah travel bag. Potongan isi suratnya sebagai berikut…
Situasi dan kondisi kami tidak memungkinkan untuk merawat dan membesarkannya. Kami akan menanggung lebih banyak dosa apabila anak ini tumbuh bersama kami.
Selain itu, terselip juga pesan khusus dari mereka apabila anaknya sudah menginjak dewasa.
Ular putih Dia mewujud
Melilit mesra putri Bismaka di lapangan
Hilang sedih dengan bersujud
Raih sukacita menuju selatan

Semoga hidupmu selalu Maju dan Makmur, Anakku.

Salam.
Untuk mengetahui kehidupan si kembar saat dewasa, simak ulasan berikut.

Baca Juga: Review Buku Goresan Jiwa

Review Novel Dua Sejiwa karya Hyu

Identitas Buku

Judul: Dua Sejiwa
Penerbit: CV Teori Kata
Pengarang: Hyu
Tahun: 2023
Isi: iv + 216
ISBN: 978-623-09-4473-4

Gambaran Umum Novel Dua Sejiwa

Novel bergenre psychological thriller ini dibuka dengan kisah jenaka pemilik akun Instagram @maafin, Byan Nugra dan Nemo Antara. Di akun @maafin, mereka menjual jasa membantu orang untuk meminta maaf kepada orang lain.

Kabar baik menghampiri Byan dan Nemo. Setelah dua tahun membuka jasa tersebut, mereka mendapatkan klien pertama. Mereka girang banget. Namun berhubung hidup Byan diselimuti kesialan, mereka gagal menyampaikan pesan permintaan maaf kliennya. Sebab, pesan tersebut malah disampaikan pada orang yang salah.

Byan Nugra yang hidupnya sial terus adalah si bayi lelaki yang ‘dibuang’ ibunya itu.

Cerita kemudian beralih ke podcast G-Dank Talk. Podcast ini dimiliki oleh sepasang kekasih bernama Gita dan Danka.

Mereka mengundang bintang tamu wanita cantik, pintar, baik hati, serbabisa, dan anak tunggal orang terkaya di Surabaya. Tera Anindya namanya.

Untuk yang ketiga kalinya Tera menjadi bintang tamu di Podcast G-Dank Talk milik kedua sahabatnya tersebut. Kehadiran Tera bagi Gita dan Danka bakal menjadi subscriber booster.

Tera Anindya, putri satu-satunya crazy rich Surabaya adalah si bayi perempuan yang ‘dibuang’ ayahnya itu.

Kabar si Kembar

Menginjak usia dewasa, kehidupan si kembar berbeda jauh.

Byan diurus oleh Endah, wanita yang tidak pernah punya suami. Alias tidak menikah. Sementara itu, Tera dibesarkan oleh seorang politisi bernama lengkap Aryo Samiaji dan juga oleh sosok perempuan yang menjadi bukti nyata dari pepatah ‘di balik kesuksesan seorang pria terdapat sosok wanita hebat’.

Perbedaan kehidupan si kembar terletak pada; Byan, kesialan demi kesialan selalu menemani perjalanan hidupnya. Dan usut demi usut, kesialan dirinya akibat pernah protes kepada Endah karena masakan ibu angkatnya itu tidak enak.

Endah ngomel panjang mendengar protes Byan. Dan hanya kata-kata ini, “Dasar bocah sial!” yang diingat Byan dari omelan panjang sang wanita yang telah membesarkannya tersebut.

Berbeda dengan kehidupan Tera. Rasanya jadi anak satu-satunya orang terkaya di Surabaya, ya jadi anak orang kaya!

Mitos Kembar Dampit

Sebetulnya, kisah si kembar di dalam novel ini bermula pada 23 tahun silam. Jauh sebelum mereka lahir.

Basuki, ayah kandung Byan dan Tera, harus mengikuti keyakinan turun temurun yang dianut oleh keluarga besar Rukmini (istrinya, a.k.a. ibu kandung si kembar).

Keluarga Rukmini meyakini bahwa anak kembar bukanlah sebuah anugerah, melainkan kutukan. Begitu pula dengan bayi yang lahir kembar dampit.

Ada sebuah mitos yang dipercayai oleh keluarga Rukmini. Katanya, anak kembar dampit harus dinikahkan. Jika tidak akan membawa petaka bagi si anak kembar tersebut dan keluarganya.

Basuki tidak tahu harus bagaimana menyikapi situasi ketika anak-anaknya lahir saat itu. Di satu sisi, ia harus menghormati tradisi budaya keluarga besar istrinya. Namun di sisi lain, hati kecilnya tentu saja menolak.

Katakanlah, mana mungkin anak-anak Basuki harus dinikahkan satu sama lain? Mana mungkin juga ia harus menjadi mertua dari anak-anak kandungnya?

Ada hal lain yang lebih meresahkan Basuki. Mitos itu terbukti benar-benar terjadi pada keluarga besarnya.

Garis keluarga Basuki memiliki gen kembar. Salah satu saudara bibinya pernah mengalami situasi yang serupa dengannya.

Saudara bibinya itu memiliki anak kembar dampit, dan dia menolak menikahkan anak-anaknya. Akibatnya, petaka datang. Kedua anaknya mengidap penyakit autoimun yang tidak bisa disembuhkan.

Nah, dua bulan sebelum kelahiran si kembar, Basuki menyusun sebuah rencana. Rencana tersebut disetujui oleh istrinya.

Basuki pikir, daripada ketahuan memiliki anak kembar dampit dan didesak atau dipaksa untuk mengawinkan anak-anaknya sendiri, mending si kembar ‘dibuang’ saja di dalam kereta. Itu rencana Basuki yang disetujui Rukmini.

Tiga bulan kemudian, atau tepatnya satu bulan setelah anak kembarnya lahir, Basuki dan Rukmini menjalankan rencananya. Mereka membeli dua tiket kereta api yang berbeda untuk ‘membuang’ anak kembar mereka.

Rahasia dari Ibu Angkat

Sejatinya, orang tua angkat adalah orang tua angkat. Kelak, akan ada satu momen dimana orang tua angkat memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya. Dan momen seperti itu tentu akan dialami oleh Endah, juga Aryo Samiaji & istrinya di waktu yang tepat.

Waktu yang tepat pun tiba!

Endah menceritakan semuanya kepada Byan. Bahwa sekitar 23 tahun lalu, ia ditugaskan mengikuti sebuah seminar ke Jakarta. Ia naik KA Gaya Baru Malam Selatan dari Jogja. Saat itulah dirinya melihat kehebohan di gerbong restorasi.

Empat orang pramugara dan pramugari menemukan seorang bayi laki-laki di dalam sebuah travel bag. Mereka bingung untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan. Saat itu, tidak ada satu penumpang pun yang berada di gerbong restorasi.

Maka, sebelum terjadi kehebohan yang lebih besar serta didasari oleh belas kasih dan kecintaannya terhadap anak-anak, Endah mengajukan diri untuk merawat sang bayi.

Sepulang dari tugasnya di Jakarta, Endah membawa bayi itu pulang ke Jogja. Ia memberi nama bayi tersebut Byan Nugra yang memiliki arti “sebuah hadiah dari ibu bumi”.

Begitu pun dengan Asti Wulansari (ibu angkatnya Tera). Ia menceritakan juga semuanya kepada Tera. Bahwa, pertemuan dirinya dengan Tera terjadi sekitar 23 tahun lalu.

Pada saat itu, Asti dan suaminya sedang menjemput beberapa calon tenaga kerja dari Purwokerto di Stasiun Purwosari Solo. Mereka baru mau membuka restoran cabang Solo.

Ketika kereta yang mereka tunggu datang, mereka melihat dua pramugari turun dan berjalan cepat ke ruang kepala stasiun. Satu pramugari menggendong bayi, dan satunya lagi membawa sebuah travel bag.

Asti, sebagai seorang perempuan yang sudah divonis tidak akan bisa punya anak, instingnya menguat. Ia mengikuti kedua pramugari itu. Dari sanalah ia merasa bersalah. Sebab, ia memohon kepada kepala stasiun untuk merawat sang bayi dan berkata kalau dirinya akan melaporkannya lebih dulu ke Dinas Sosial. Namun, ia berbohong. Ia malah langsung membawa si Tera kecil pulang.

Singkat cerita, setelah mendengar rahasia yang selama 23 tahun itu disimpan oleh ibu angkatnya masing-masing, Byan dan Tera pun mencari orang tua aslinya.

Batin si Kembar

Satu-satunya orang yang membuat Byan mau mencari orang tua kandungnya yakni berkat sahabatnya sendiri, Nemo Antara. Mulanya, Byan malas. Katanya, untuk apa mencari orang tua kandung lantaran sudah membuangnya.

Akan tetapi, Nemo menegaskan bahwa dari surat orang tua kandung Byan, mereka tidak berniat membuang Byan. Justru menitipkan.

Lebih lanjut, kalau orang tua kandung Byan berniat membuangnya, pasti mereka akan membuang ke suatu tempat yang sepi dan jarang dilewati orang.

Lagipula dalam surat tersebut, bukankah terdapat pernyataan, “Situasi dan kondisi kami tidak memungkinkan untuk merawat dan membesarkannya”. Boleh jadi faktor ekonomi, kan?

Mendengar penjelasan Nemo, Byan pun siap mencari orang tua kandungnya.

Lain lagi dengan Tera—saat hati Byan sudah siap mencari orang tuanya dan tentu orang tua Tera juga—selama tiga hari berturut-turut ia bermimpi aneh.

Di mimpi malam ketiganya, Tera berhadapan dengan dirinya sendiri. Namun anehnya, tiruan dirinya itu bertubuh laki-laki.

Tera kemudian curhat kepada Darren (pacarnya) tentang mimpinya tersebut. Darren menduga kalau mimpi pacarnya itu merupakan sebuah quantum entanglement.

Quantum entanglement adalah fenomena fisik yang dipelajari dalam Ilmu Fisika Kuantum, yang menjelaskan adanya interaksi antara dua atau lebih partikel yang dipisahkan meski dalam jarak yang sangat jauh.

Dari mimpinya tersebut, Tera menyimpulkan bahwa sepertinya ia memiliki saudara kembar yang sedang menyampaikan pesan kepadanya. Pesan dalam arti; bareng-bareng mencari orang tua kandung.

Kenyataannya memang benar, saat hati Byan sudah siap, Tera lalu bermimpi seperti itu.

Dalam hal ini, mari kita sepakati bahwa anak kembar memang memiliki ikatan batin yang sangat kuat, ya?

Pertanyaannya, apakah si kembar akan bertemu? Terlebih, apakah mereka berhasil menjumpai Basuki dan Rukmini?

Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, silakan pinang saja novel bergenre psychological thriller ini.

Baca Juga: Review Novel Si Burung Penyendiri

Sudut Pandang Reviewer mengenai Novel Dua Sejiwa karya Hyu

Novel dengan tebal 216 halaman ini bukan hanya mengusung mitos era Jawa Kuno, namun di dalamnya terdapat juga unsur detektif serta pengintaian yang terstruktur.

Kemudian ditinjau dari alur cerita, Dua Sejiwa sangat unik. Konflik-konfliknya tidak berkesesudahan. Adegan-adegan menegangkan pun disajikan dengan jenaka.

Selebihnya, penulis pandai betul membuat plot dan menciptakan tokoh milenial muda dengan gaya bahasa masa kini. Dan, yang paling saya suka dalam novel ini adalah plot twist-nya tidak tertebak sama sekali. Malah terbilang double plot twist!

Sebetulnya, ada tokoh antagonis di Dua Sejiwa yang menghambat perjalanan Byan dan Tera dalam mencari orang tua mereka. Si antagonis ini ingin mewujudkan obsesi liarnya dari Byan dan Tera: menguasai dunia.

Namun, nama tokoh antagonis tersebut enggan saya tulis pada ulasan ini. Entahlah, merasa sayang saja. Biar kamu sendiri yang mencari tahu, ya!

Terakhir, jika saya ditanya siapa tokoh favorit di Dua Sejiwa? 

Dengan senang hati, saya akan menjawab: Tera. Sebab, saya suka niat dirinya untuk memecahkan petunjuk di dalam surat orang tuanya itu.
Ular putih Dia mewujud
Melilit mesra putri Bismaka di lapangan
Hilang sedih dengan bersujud
Raih sukacita menuju selatan

Ah!

Saya yakin, kamu makin penasaran dengan novel ini, kan?

O iya, by the way, novel ini dapat testimoni dari Dee Lestari, lho!

Lanjut ke sesi wawancara saja, ya.

Wawancara Kami dengan Hyu

Reviewer: Halo, Kak. Jujur, novel Dua Sejiwa ini menarik sekali. Namun, sebelum bertanya ke isi novel, saya mau bertanya dulu karir kakak di dunia penulisan. Jadi, belasan tahun lalu kakak berprofesi sebagai jurnalis, lantas apa yang melatarbelakangi kakak menjadi penulis fiksi? Bahkan fiksi menurut kakak menggairahkan?

Hyu: Sebetulnya saya menulis fiksi sudah sejak pertama kali terjun ke dunia jurnalistik, tapi waktu itu menulis cerpen dan hanya sesekali saja. Setelah itu tidak terasah lagi karena fokus pada pekerjaan menjadi wartawan.

Menulis novel baru mulai sejak sebelum pandemi covid-19, dan mulai intens setelah saya resign dari kantor yang terdampak disrupsi digital dan pandemi (akhir 2020).

Menggairahkan karena dengan menulis fiksi saya bisa mengekspresikan daya khayal dengan lebih bebas sekaligus memainkan emosi pembaca dengan melalui tulisan. Ada kepuasan tersendiri kalau kedua hal tersebut berhasil.

Reviewer: Adakah kesulitan setelah bermigrasi dari tulisan-tulisan yang anggaplah serius di media besar seperti Jawa Pos Group ke tulisan fiksi? Lalu apa tantangan kakak dalam menulis fiksi? Boleh tolong diceritakan?

Hyu
: Kesulitan relatif tidak ada, karena semasa bekerja sebagai wartawan saya juga sering menulis artikel feature yang lebih fleksibel memainkan gaya penulisannya, tidak seperti menulis berita.

Yang saya alami adalah bukan kesulitan, tapi tantangan. Tantangan untuk membuat kisah yang bisa memainkan emosi pembacanya dan membuat pembaca puas setelah membaca sampai akhir, baik dari penciptaan karakter, plot cerita, maupun dari diksi-diksi dalam penulisan. Di sini saya mengaku masih harus banyak belajar.

Reviewer: Masuk ke isi novel, ya. Sebagai anak muda, kami penasaran tentang mitos bayi yang lahir kembar dampit atau kembar pengantin; laki-laki dan perempuan. Lalu kemudian keduanya harus dinikahkan. Memangnya mitos ini benar terjadi di zaman dulu harus begitu? Kami baru tahu. Bisa tolong kakak jelaskan?

Hyu: Memang ada beberapa mitos tentang kembar pengantin, salah satunya adalah harus dinikahkan. Pernikahan di sini bukan berarti benar-benar menikah, tapi hanya ritual saja untuk mengakomodasi kepercayaan yang mereka anut.

Mitos ini muncul di era Jawa kuno, dan yang saya tahu itu karena pengaruh budaya dari agama Budha dari Thailand. Sekarang mitos-mitos itu sudah tidak ada lagi.

Reviewer: Kami penasaran atas dukungan Dee Lestari terhadap buku ini. Boleh ceritakan tidak bentuk dukungan Dee Lestari kepada kakak seperti apa? Soalnya beliau salah satu penulis favorit reviewer kami, hehe.

Hyu: Saya bersyukur mengenal Dee semasa saya jadi wartawan. Hubungan ini saya manfaatkan untuk meminta dia membaca naskah saya dan memberikan komentarnya. Hal sama yang saya mintakan juga pada dua endorser lainnya, Erbe Sentanu dan Irianti Erningpraja.

Reviewer: Terakhir, hal yang paling menantang saat merampungkan naskah Dua Sejiwa apa? Mengingat, katakanlah kisah dalam novel ini harus bolak-balik dari Byan, lalu ke Tera, lalu ke orangtua asli mereka, dan ke kisah tokoh-tokoh lainnya.

Hyu: Alur cerita yang lompat-lompat ini memang saya sengaja sebagai salah satu cara untuk memainkan emosi pembaca dan membuat pembaca penasaran di setiap akhir bab. Dan ini adalah salah satu cara saya menjawab tantangan yang saya sebut di poin 2.

-

Penulis novel Dua Sejiwa dapat disapa melalui laman Instagram @dewadewo

BACA JUGA: Novel Pencarian di Esmeraldas
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url