Review Buku Baper Suka Merasa Benar karya Difa Zidan Pratama

Review Buku Baper Suka Merasa Benar karya Difa Zidan Pratama

Ada banyak alasan mengapa seseorang tidak mau curhat mengenai perasaan atau masalahnya kepada orang lain. Di antaranya adalah keraguan pada lawan bicara. Apakah dia bisa menjaga rahasia atau tidak.

Terlebih, jika lawan bicara tersebut memiliki kebiasaan buruk selalu menceritakan masalah orang lain ke mana-mana. Tentu, seseorang akan berpikir dua kali jika harus curhat pada tipe orang seperti itu.

Difa Zidan Pratama merupakan seseorang yang tidak mudah membagikan perasaannya kepada orang lain. Ia lebih memilih menulis untuk mencurahkan semua perasaan yang terpendam di hatinya ketimbang curhat. Kumpulan rasa yang tersimpan di hatinya pun berbuah karya: Baper Suka Merasa Benar.

Terbit bulan Juli 2023, buku Baper Suka Merasa Benar berisi antologi puisi dan quotes. Tema yang termaktub di dalam buku ini tentang ketersinggungan dan problematika cinta.

Untuk mengetahui gambaran umum buku yang ditulis oleh lak-laki asal Kabupaten Semarang ini, simak ulasan berikut.

Baca Juga: Review Novel Anak-Anak Daksa

Review Buku Baper Suka Merasa Benar karya Difa Zidan Pratama

Identitas Buku

Judul: Baper suka merasa benar
Penerbit: CV One Peach Media
Pengarang: Difa Zidan Pratama
Tahun: 2023
Isi: X, 198 halaman
ISBN: 978-623-483-152-8
Cetakan: Pertama
Jenis/Kategori: Puisi 13 +

Gambaran Umum Buku Baper Suka Merasa Benar

Tentang Ketersinggungan

Tema ini dilatarbelakangi pendewasaan diri. Dulu, penulis berpikir bahwa semua orang yang berprofesi “dihormati” atau “bermartabat” di lingkungan masyarakat akan dicap baik. Sebaliknya, orang yang hidupnya luntang-lantung tidak jelas pasti memperoleh stigma buruk.

Setelah penulis tumbuh dewasa, berangkat dari stigma-stigma yang ditemuinya dan juga pengalamannya, ia mulai menulis tentang ketersinggungan.

Relevansi antara tema ketersinggungan dengan sifat ‘baper’ dialami sendiri oleh penulis sebagai anak organisasi. Ia kerap berurusan dengan banyak orang hingga memicunya untuk saling sindir lewat status media sosial.

Berikut beberapa kutipan yang cukup relevan dengan tema ketersinggungan.

“Dulu selalu berpikir
setiap tindakan harus memikirkan perasaan orang lain,
padahal belum tentu orang lain melakukan hal yang sama
Sekarang harus cerdas,
memilah hati mana yang pantas menjadi prioritas.” –hlm 23.

“Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri masih mending,
Paling parah itu, belum juga masuk telinga sudah diusir.” –hlm 47

“Silakan tak peduli apa kata orang, tetapi jangan terus lupa menghargai sekitar.
Ingat, kita hidup tidak sendiri,
benar menurut kita, belum tentu benar menurut orang lain.” –hlm 52

“Ketersinggungan dapat memicu kemarahan,
perlu kematangan untuk menyampaikan.
Kalau langsung hajar,
bakal terlihat bodoh di hadapan kenyataan.” – hlm 70.

Tentang Problematika Cinta

Pada tema ini, Difa Zidan Pratama lebih banyak berspekulasi tentang cinta. Saya tidak menemukan relevansi antara problematika cinta sang penulis dengan sifat bapernya bak di narasi tema ketersinggungan.

Adapun kutipan dan puisi yang saya anggap cukup mendekati dengan tema ini adalah:

“Jangan menggunakan kode-kodean
jika akhirnya
hanya kamu yang paham.
Jangan menggunakan kode-kodean juga
sebagai alasan
untuk hilang.” – hlm 98.

“Percakapan aku dan kamu
tak akan menghasilkan kita,
bila salah satu
enggan terbuka.” –hlm 159

Puisi Laki-Laki dan Perempuan

Seorang laki-laki
memiliki logika di atas perasaan,
sedangkan perempuan sebaliknya.
Tanpa kita sadari
perbedaan menjadi indah
bila untuk saling melengkapi.
Seorang laki-laki mampu mengatakan tidak
sekalipun perasaannya menginginkan.
Ia melakukan itu karena tahu,
bahwa perasaan yang ia berikan
tak akan cukup
saat itulah perempuan datang,
meyakinkan tentang kebahagiaan
meyakinkan tentang cinta yang seolah abadi,
dan bodohnya seorang laki-laki setuju,
lalu berkata,
“Jangan terus menungguku,
pergilah jika ada yang lebih baik untukmu”

Baca Juga: Review Buku Napas Panjang untuk Koto Panjang

Pandangan Reviewer tentang Buku Baper Suka Merasa Benar

Buku berhalaman 198 ini mengusung dua tema yang menarik. Namun, saya merasa buku ini kehilangan “identitasnya”. Di sampul belakang, kategori buku berjenis puisi. Sementara itu, isi buku memuat halaman narasi dan juga kutipan-kutipan pendek.

Kendati demikian, sisi positif lahirnya buku ini adalah sebagai inspirasi bagi banyak orang yang suka menulis puisi dan quotes di media sosial, sebab naskah buku Baper Suka Merasa Benar disusun dari tulisan-tulisan yang pernah disebarkan penulis di berbagai platform.

Selebihnya, buku ini merepresentasikan orang-orang yang doyan memendam perasaan, masalah, atau keresahan. Jadi, daripada curhat ke sembarang orang, sebaiknya tuangkan saja dalam bentuk tulisan, lalu bukukan.

Overall, saya sebagai laki-laki yang gampang tersinggung, baperan, dan sering mengalami problematika cinta, buku Baper Suka Merasa Benar terbilang relate sekali.

Satu pujian lagi yang perlu saya sampaikan kepada penulis bahwa, memutuskan untuk menerbitkan buku dari pengalaman pribadi memang langkah tepat. Terus belajar, dan lahirkan terus karya-karya lainnya.

Wawancara dengan Difa Zidan Pratama

Reviewer: Halo, Mas Difa. Tolong jelaskan terkait 'soal rasa yang tidak mudah untuk dibagikan'. Jadi, Mas Difa ini suka memendam rasa, ya? Lalu kemudian lebih memilih menulis dan membagikan rasa tersebut di sosial media ketimbang curhat? Ada alasan tersendiri mengapa sulit membagikan rasa kepada orang lain?

Difa Zidan Pratama: Ada hal-hal yang memang lebih baik dipendam karena ketika diungkapkan belum tentu orang lain memahaminya, kemudian aku memilih untuk menulisnya, barangkali ada yang memahami atau memiliki perasaan yang sama.

Sulit membagikan rasa karena takut terkesan memaksa orang lain untuk memahami, padahal dari diri sendiri niatnya untuk mencurahkan isi hati, tapi kadang dianggap berlebihan ketika bertemu dengan orang yang tidak tepat. Untuk menghindari hal itu, karena cukup sensitif ya pada waktu itu, heheh. Jadi lebih baik aku tulis aja.

Reviewer: Saya menduga, apakah benar sebagian puisi atau kutipan yang termuat di dalam buku berisi sindiran kepada orang lain? Jika iya, apakah Mas lega setelah menulis sindiran tersebut?

Difa Zidan Pratama: Banyak hal-hal yang menurutku kurang tepat dan baru aku sadari. Namun, tidak selalu untuk menyindir orang lain, tapi sebagai pengingat diriku sendiri juga. Setelah menulis, perasaanku jauh lebih baik dibandingkan tidak menulis ketika resah.

Reviewer: Tentang ketersinggungan, Mas bilang sering berurusan dengan banyak orang di organisasi. Bahkan sempat dianggap sebagai penjahatnya. Berikan contoh kepada saya mengenai; berurusan dengan banyak orang dan dianggap sebagai penjahat? Ini supaya kegambar saja tema ketersinggungan tersebut.

Difa Zidan Pratama: 
Kejadiannya saat SMK, waktu itu aku selalu memberikan yang terbaik untuk organisasi itu, ada sebuah kejadian di dalam event, persoalannya adalah yang benar-benar bekerja hanya beberapa orang, tanpa disadari akhirnya kita semakin akrab. Hanya orang-orang yang bekerja itulah kita sering healing bareng, nah dikiranya itu membuat organisasi didalam organisasi, karena gak mengajak semua anggota.

Disitu aku yang dianggap penjahatnya. Sebenarnya dari cerita itu siapa yang jadi penjahatnya? Ketika kita capek pulang malam terus, mereka yang gak kerja kemana? Dan itupun juga ada keinginan ngajak mereka. Tapi kan mungkin mereka merasa gak seakrab kita yang selalu bersama.

Reviewer: Kalau tentang ketersinggungan, setidaknya saya menangkap relevansinya dengan judul "Baper Suka Merasa Benar". Kalau tentang problematika cinta, relevasinya di sebelah mana, ya? Baper sama seseorang (perempuan) di dalam 'narasi' tidak diceritakan.

Difa Zidan Pratama: Kalau cinta, itu lebih ke perjalanan cinta. Dari cinta monyet, sampai aku merasa kayaknya ini yang terakhir. Tahunya yang terakhir itu yang paling menyakitkan. Jadi memang aku membuat secara khusus untuk bab cinta. Sebenarnya ya sama aja baperan. Kalau udah baper/cinta bisa membuat buta.

Reviewer: Mas sudah tertarik menulis puisi dan kutipan sejak 2018. Menurut saya, kedepannya ada baiknya Mas mencoba menulis narasi supaya bisa lebih dimengerti pembaca atas segala keresahan Mas. Puisi Mas ini, kebanyakan hanya Mas sendiri yang mengerti dan merasakan. Hanya Mas sendiri yang merasakan kelegaan. Pertanyaannya, adakah rencana menulis di luar genre puisi dan kutipan?

Difa Zidan Pratama: Betul, aku sudah mengetahui kekurangan tulisanku. Makanya memang dari awal enggak diniatkan jadi sebuah buku, hanya mengumpulkan tulisanku yang berserakan aja.

Ada. Aku bingung, antara menulis novel atau kumpulan cerpen. Itu nanti akan jadi versi utuhnya sih, dari kumpulan puisi/quotes ku itu.

-

Penulis antologi puisi Baper Suka Merasa Benar dapat kamu sapa melalui Instagram @difazidanp.

BACA JUGA: Review Buku Antologi Puisi Ibu Surga yang Tersembunyi 
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url