Review Buku Objectives karya Einsteine Veliyanka

Review Buku Objectives karya Einsteine Veliyanka

Einsteine Veliyanka.

Seorang penulis yang berani mengangkat isu-isu universal dalam buku antologi puisinya. “Objectives” merupakan karya debut introspektif yang cukup merepresentasikan segala bentuk perasaan jemu.

Berdasarkan penuturan sang pemilik pena, karyanya ini didedikasikan untuk mereka yang tersesat dalam realita, dan ingin kembali terkoneksi dengan sesuatu, seseorang, atau diri sendiri. Buku ini juga menyajikan rangkaian eksplorasi mendalam dari berbagai tujuan hidup.

Jika merasa buku ini relate dengan kehidupanmu, bersiaplah untuk menyusuri ulasan berikut ini.

Baca Juga: Review Novel The Book Of DIS

Review Buku Objectives karya Einsteine Veliyanka

Deskripsi Buku

Judul: Objectives
Penulis: Einsteine Veliyanka
ISBN: 978-623-5750-39-2
Penerbit: CV Haeba Group
Isi: viii + 61 halaman
Tahun Terbit: Juni 2023
Jenis/Kategori: Antologi Puisi

Gambaran Umum Buku Objectives

Buku antologi puisi yang didominasi Bahasa Inggris ini terdiri dari tiga bagian. Part pertama memuat tujuh judul puisi, part kedua berisi lima puisi, dan part terakhir menyajikan sembilan puisi.

Objectives

Perjalanan emosional dimulai dari si “aku” yang terbujur di atas tempat tidur. Ia sedang mengumpulkan alasan kuat untuk bangun dari tidurnya.

This bed, swallows me up

Slowly turning my limbs into stone... (halaman 3)

....I start humming, my toe moving

Stiffly under the bed cover (halaman 4)

...Red orange arrows with gold glitter erupt in my vision (halaman 5)

And finally, mau tidak mau, ia harus bangun dari tempat tidurnya dan mulai merajut hari yang membosankan.

Part I

Pada part pertama ini memuat tujuh judul, diantaranya: 1) Conifers; 2) The Night Mare; 3) Kamarku; 4) Tiny Little Earth; 5) You Don’t Die; 6) Hidup; dan 7) Berani.

Bagian ini memuat persepsi si “aku” tentang kebahagiaan, mimpi buruk, kenangan, dan sebagainya. Menurut saya, salah satu puisi yang meaningful ialah “You Don’t Die”, terutama bait yang ada di halaman 26.

As long as the memory of your hand snapping at mine

As long as the tone of your voice in my ear

And as long as the world at 2015 still fresh in my mind

You don’t die

Part II

Part kedua ini mengusung lima judul, dimulai dari: 1) Maag; 2) Pertigaan; 3) Isolate; 4) Lalulah dan Pergi; serta 5) Telanjang di Tengah Rimba.

Dua judul pertama merupakan dialog “aku” dengan dirinya sendiri, tentang betapa dilematisnya hidup. Selain itu, bagian ini juga mewakili perasaan terasing dan seolah dipecundangi dunia. Sebagaimana yang termaktub dalam “Isolate” di halaman 33.

I keep crying out; my splintered wings; my shredded fins

I don’t think anyone hears me

Maybe that’s for the best

Part III

Part terakhir ini memuat lebih banyak puisi ketimbang part pendahulunya. Terdiri dari sembilan puisi berjudul: 1) Just; 2) Jahat; 3) All My Clothes Smell Like Blood; 4) Chernobyl; 5) June Saturday; 6) Sayang #1; 7) Gallery Visit; 8) Sayang #2; dan 9) Angel in the Garden.

Pada bagian ini, perasaan pembaca akan ikut campur aduk dengan hal-hal yang dirasakan sosok “aku”. Tentang jejak-jejak perjalanan hingga sosok “malaikat” yang ada di hidupnya.

Baca Juga: Review Buku Setelah Hujan Kemarin

Pandangan Reviewer tentang Objectives

Penulis bernama lengkap Einsteine Veliyanka ini mengingatkan saya kepada seorang scientist jenius bernama Albert Einstein. Tidak hanya nama, saya rasa kejeniusannya juga ikut “menular”. Hal ini bisa dilihat dari cara penulis menumpahkan intuisinya lewat diksi yang anti-mainstream.

Objectives mampu merepresentasikan boredom. I’m pretty sure, para pembaca juga akan merasa relate dengan penulis.

Ditinjau dari segi visual, buku ini memiliki halaman sampul yang cukup eye-catching. Selain sampul, sekat antarjudul juga dibubuhi ilustrasi layout yang senada.

Sementara itu, kendati memuat halaman yang tidak terlalu banyak, namun membaca buku ini cukup memutar otak. Bagaimana tidak? Membaca puisi saja perlu memahami interpretasinya, ditambah jika puisinya berbahasa asing.

Tak jarang, Google Translate menjadi savior saat menemukan vocab yang belum saya ketahui. Sisi baiknya, buku ini melatih dua skill dalam satu waktu: skill menerjemahkan dan menginterpretasikan.

Di halaman terakhir, penulis mendeskripsikan profil dirinya dengan singkat. Cukup disayangkan. Akhirnya, berbekal rasa penasaran, saya menemukan informasi terkait sosok di balik Objectives ini. 

Melalui akun Instagramnya, penulis merupakan seorang perempuan berlatar pendidikan FKG Universitas Indonesia. Ia juga menjadi young creator di Daewoong Indonesia dan awardee dari IISMA Edinburgh. Wow, she’s so amazing!

Overall, saya benar-benar menikmati karya ini. Dimulai dari visual, diksi, penggunaan bahasa, hingga konteks yang diusung.

Terlepas dari spoiler hingga review buku yang sudah disajikan, namun saya sarankan pembaca dapat meminang buku ini.

Wawancara dengan Einsteine Veliyanka

Reviewer: Ok, kita mulai dari halaman sampul. Sebagai seseorang yang kurang memahami esensi seni, jujur saya penasaran dengan visual di bagian cover buku. Menurut Kak Eine, makna ilustrasinya tuh apa? Apa ada relevansinya dengan pemilihan judul?

Einsteine Veliyanka: 'Don’t judge a book by its cover' mungkin adalah peribahasa yang sering saya dengar dilontarkan ketika membahas tentang segala hal selain buku. Faktanya, saya kerap kali menemukan bahwa wejangan tersebut tidak mungkin dilakukan. 

Toko-toko buku di Indonesia sepertinya memiliki kecenderungan untuk membalut setiap eksemplar dengan plastik. Rasanya saya terpaksa untuk menilai buku dari sampulnya, wong isinya gak bisa diintip. Maka dari itu, I wanted people to judge my book fairly by the cover. Dalam harapan, impresi yang dirasakan saat melihat sampul hitam putih ini serupa dengan karya yang terkandung di dalamnya.

Tentunya, ilustrasi yang pada akhirnya digunakan sebagai sampul memiliki makna yang disengaja. Latar kamar yang abstrak dan terkesan amburadul di sampul depan buku sebenarnya adalah representasi dari perasaan yang mau saya suguhkan kepada pembaca.

“Saya juga bangun jam 13.00 hari ini. Saya juga bosan di kamar. Saya juga hilang arah, tujuan–objektif". Sentimen ini kontras dengan suasana terang dari warna dasar sampul yang putih. Ini juga disengaja. Dunia begitu cemerlang sementara “aku” hanyalah sekumpulan garis hitam yang memakan tidak lebih dari 1% dari total area sampul. 

Reviewer: Buku Objectives ini mengusung puisi berbahasa Indonesia dan Inggris. Hal apa yang menjadi alasan Kak Eine untuk merilis buku “bilingual” ini?

Lalu, apakah buku ini membidik pembaca di semua kalangan atau hanya kalangan anak muda yang fasih berbahasa Inggris?

Einsteine Veliyanka: Sederhananya, buku ini menjadi dwibahasa seperti ini karena saya juga dibesarkan secara “bilingual”. Saya merasakan emosi atau pengalaman tertentu secara lebih intens di salah satu bahasa.

Kebanyakan puisi berbahasa Indonesia mengangkat tema dan gaya yang serupa dan jauh berbeda dengan puisi-puisi bahasa Inggris dalam buku ini. Mungkin ini bentuk ‘kategorisasi’ saya: bahasa Indonesia untuk introspeksi primal dan bahasa Inggris untuk hal-hal yang bersifat kontemporer dan eksperimental.

Ada juga pertimbangan terkait penerjemahan puisi dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Untuk proyek ini, saya memutuskan bahwa lebih baik puisi-puisi dalam Objectives disuguhkan dalam bahasa ‘lahir’ mereka untuk menjaga integritas setiap larik dan bait. Mungkin di buku-buku yang akan datang hanya akan ada satu bahasa utama.

Pembaca Objectives dari awal memang tidak pernah saya berikan parameter yang jelas. Sampul saya buat dengan jumlah ciri identitas paling minim saja: bahwa “aku” dalam buku ini adalah manusia. Jadi menurut saya buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan dengan kemampuan Inggris dasar.

Seorang murid SMP internasional tentunya akan memaknai buku ini dengan berbeda dari mahasiswa yang nilai mata kuliah bahasa Inggrisnya pas-pas-an. Pada akhirnya kata-kata yang saya rangkai menjadi puisi bebas untuk diinterpretasi oleh pembaca sebagaimana mereka inginkan.

Reviewer: Part I, disinggung judul “The Night Mare”. Boleh diceritakan nggak Kak tentang nightmare yang kerap dialami?

Einsteine Veliyanka: Kalau mimpi-mimpi saya adalah film box office, mungkin kebanyakan akan bersifat NC-17, dan alasannya karena mimpi-mimpi saya hanya berotasi antara genre “gore”, “body horror”, dan “thriller”.

Mimpi-mimpi terburuk saya selalu menjadi sumber inspirasi dalam tulisan saya, salah satunya puisi berjudul “The Night Mare” yang mengisahkan tokoh “aku” dengan penampakan tangan yang meringkik layaknya kuda. 

Puisi ini diangkat dari salah satu kebiasaan saya sewaktu kecil, yakni bermain dengan bayangan tangan. Bentuk bayangan kelinci dapat berubah menjadi bayangan kupu-kupu, dan berubah lagi menjadi bentuk anjing, dan juga sebagai kuda. 

Konsep yang mengerikan bagi Eine kecil, seberapa cepat suatu hal dapat berganti tanpa aba-aba. Inilah mimpi buruk yang kerap saya alami secara terpaksa dan tanpa persetujuan: transformasi dan perubahan.

Reviewer: Konteks “Monolog Saat Sekarat/Bercermin” disajikan ke dalam 3 puisi. Apakah ketiga puisi itu memang berangkat dari “monolog” sepengalaman Kak Eine?

Einsteine Veliyanka: Saya sangat suka sejarah dan salah satu teknik penulisan yang saya gemari adalah dengan mengambil sudut pandang seorang karakter atau alter ego tertentu.

Sebagai penggemar buku-buku historical fiction, saya telah mengambil inspirasi dari berbagai cerita dan menuangkannya dalam series puisi “Monolog Saat Sekarat/Bercermin” dimana “aku” adalah pahlawan yang sedang sekarat. 

Di sisi lainnya, ketiga puisi ini adalah seri introspeksi yang semuanya ditulis ketika saya bercermin–secara harfiah berkaca pada diri sendiri.

Reviewer: Entah ini out of topic atau tidak, tapi saat pertama kali membaca nama penulis (Einsteine Veliyanka), saya langsung inisiatif mencari nama tersebut di internet. Dan ya, nama yang indah itu ternyata ada.

Boleh tahu nggak Kak Eine, arti dari nama tersebut? Dan meskipun berlatar akademik di bidang kesehatan, mengapa Kak Eine begitu tertarik menggeluti dunia kepenulisan?

Einsteine Veliyanka: Nama adalah doa, dan kedua orangtua saya mendoakan saya agar menjadi seperti Albert Einstein, Bapak Fisika Modern. Einstein + e = Einsteine, karena menurut ayah saya huruf e membuat kata yang feminin dalam bahasa Jerman.

Sementara Veliyanka sendiri merupakan gabungan penggalan nama dari kedua orangtua saya. Kalau mau lebih dalam lagi, Eine sendiri dalam bahasa Jerman dapat diartikan sebagai “sebuah”, “sesuatu”, atau “kesatuan”. Seiring berjalannya waktu, nama saya telah menjadi lebih dari doa.

Ketertarikan dan keterlibatan saya dalam dunia kesusastraan mendahului keterilbatan saya dalam bidang kesehatan. Maka, sudah sewajarnya saya tidak menelantarkan impian saya untuk menjadi seorang penulis. 

Mungkin hobi membaca saya yang tumbuh liar saat saya masih kecil yang membuat saya begitu gemar berkhayal dan bercerita. Yang jelas, latar saya sekarang telah membuka kesempatan untuk lebih menekuni saturasi kemanusiaan di sekeliling saya.

-

Penulis antologi puisi Objectives dapat kamu sapa melalui Instagram @eine_catnip.

Reviewer: Fitri Ayu Febrianti

Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url