Review Buku Behind the Scene Gempa Palu karya Dwi Sartika

Review Buku Behind the Scene Gempa Palu karya Dwi Sartika

Setelah buku ini direview, tepat pada 06 Agustus 2023, BMKG merilis berita gempa berkekuatan 5.3 magnitudo yang menerpa Palu.

Kendati diprediksi tidak berpotensi tsunami, namun kabar ini seolah membuka luka lama bagi saudara-saudara kita yang tinggal di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah tersebut. Semoga Sang Maha Baik senantiasa menaungi mereka dalam keadaan baik. Aamiin.

Berangkat dari peristiwa gempa Palu pada 2018 silam, buku berjudul Behind The Scene Gempa Palu terbit April 2023 lalu. Meski dikemas dalam bentuk fiksi, namun buku ini menyajikan fakta melalui riset dan kajian literatur yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sebagai pembaca sekaligus pengulas, saya benar-benar speechless dengan buku yang ditulis oleh Dwi Sartika ini.

Untuk mengetahui gambaran buku, simak ulasan berikut ini.

Baca Juga: Review Buku Tokoh Utama

Review Buku Behind the Scene Gempa Palu karya Dwi Sartika

Deskripsi Buku

Judul: Behind The Scene Gempa Palu
Penulis: Dwi Sartika
ISBN: 978-623-306-684-6
Penerbit: AE Publishing
Isi: 238 halaman
Tahun Terbit: April 2023
Jenis/Kategori: Pengalaman Pribadi

Gambaran Umum Buku Behind The Scene Gempa Palu

Persahabatan dengan Amirah

Pada awal kisah, pembaca akan disuguhi perdebatan dua orang sahabat, yaitu Nayla dan Amirah. Perdebatan ini ditengarai oleh Amirah yang ingin sahabatnya fokus pada studi magister di Makassar dan lekas berangkat untuk mengikuti TOEFL.

Sementara itu, Nayla keukeuh ingin merampungkan urusannya di Palu. Setelah diskusi yang cukup alot, akhirnya Nayla dan Amirah memutuskan untuk mengikuti TOEFL sebagai salah satu syarat seminar Tesis. Dengan berat hati, Nayla bertolak dari Palu menuju Makassar.

Gempa Palu

Sesaat setelah Nayla berada di Makassar, kejadian buruk menimpa kampung halamannya, Palu. Melalui berita, ia mendapatkan informasi bahwa gempa berkekuatan 7.4 MW yang disusul tsunami itu berhasil mengguncang Sulawesi Tengah (termasuk Palu).

Tentu ia mencemaskan keluarganya di sana. Kekhawatiran semakin membuncah saat tak ada satupun orang yang bisa ia hubungi.

Di sisi lain, penulis mendeskripsikan gempa Palu yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 sebagai berikut:

“Persis di kalimat ‘Allahu akbar-Allahu akbar’ mulai menggema memenuhi petang. Persis akhir ucapan takbir pertama itu, jauh di dasar kedalaman sepuluh kilometer. Persis di sana, dasar tanah retak seketika. Dasar bumi runtuh, merekah panjang ratusan kilometer. Bumi menggeliat.” (hlm. 65)

“Riuh teriakan histeris masih terus membahana membungkus langit yang kian meredup.” (hlm. 78)

“Dalam hitungan sepersekian detik, sejuta laksa air laut menghempas ke daratan. Menyapu bibir pantai. Menghantam tembok-tembok keangkuhan.” (hlm. 79)

Saya benar-benar tidak bisa membayangkan betapa chaos-nya situasi saat itu. Bertahan hidup di tengah gempuran bencana, terpisah dengan anggota keluarga, diselimuti rasa takut, hingga perlu terbiasa dengan raga-raga tak bernyawa.

Pasca Gempa dan Tsunami

Tidak hanya diuji dengan gempa dan tsunami, Palu juga dihadapkan pada tindakan amoral beberapa orang, yaitu penjarahan. Beberapa hari pasca gempa dan tsunami, banyak tempat usaha yang dijarah. Mereka mengesampingkan keselamatan demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Di tempat lain, lautan manusia memenuhi jalur masuk bandara. Raut mereka dipenuhi ketakutan dan trauma. Situasi ini memang sulit dikendalikan.

Di satu sisi, pemerintah melakukan pengaturan sedemikian rupa demi kebaikan warganya. Di sisi lain lagi, masyarakat sudah terlanjur panik dan ingin lekas meninggalkan Palu.

Sementara itu, berita bencana sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tentu, hal ini menjadi topik yang urgent untuk dibahas oleh PBB. Sisi baiknya, bantuan terus berdatangan dari luar. Ada sekitar 29 negara dan empat badan kemanusiaan yang menawarkan bantuan.

Bagi para korban dan keluarga, tentu kejadian ini memberikan luka tersendiri, sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk trauma healing.

Bagaimana dengan keluarga Nayla?

Syukurnya, setelah melewati kisah yang cukup berat, keluarganya dinyatakan selamat. Nayla bisa berkumpul kembali dengan orang tua, sang kakak, dan kedua adiknya.

Pemeran dalam buku Behind The Scene Gempa Palu Karya Dwi Sartika

1. Nayla
2. Amirah, sahabat Nayla
3. Teman Nayla: Sarah, Nadia, Cintya, Dinda
4. Keluarga Nayla: Ayah, Ibu, Rania (kakak), Ryan (adik), Nugrah (adik)
5. Sanak Famili: Puang Moni, Puang Uka, Puang Udding, Puang Minar, Puang Arsyad, Paman Hamid
6. Tokoh lainnya: Bu Siska, Reza, Anita, Arini, Ahmad, Ummu Afnan, Diah, Fathur, TNI Polri, para petinggi negara, para jurnalis

Baca Juga: Review Buku Antologi Senandika Aksara Pena

Sudut Pandang Reviewer Mengenai Buku Behind The Scene Gempa Palu

Buku yang terdiri dari 33 bahasan ini mengusung peristiwa gempa Palu yang terjadi pada tanggal 28 September 2018. Nahas, satu hari sebelumnya, Palu memasuki hari jadi yang ke-40. In other words, gempa terjadi saat para warga sedang melakukan euforia di Festival Pesona Palu Nomoni.

Tanpa mengurangi rasa simpati, saya benar-benar menikmati halaman demi halaman dalam buku ini. Saya kagum dengan keberanian penulis yang mau mengangkat isu ini.

Meski dikemas dalam bentuk fiksi, namun buku ini dibanjiri oleh data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Penulis membubuhkan sitasi yang relevan dan mencantumkan referensi dalam bentuk catatan kaki. It’s a good way.

Selain itu, penulis sangat apik dalam mendeskripsikan situasi dan lokasi. Tidak hanya itu, hal-hal seperti agama, geografis, dan politik juga digambarkan secara detail.

Let’s say, pembaca dikenalkan dengan istilah giant liquefaction, situasi Sidang Majelis Umum PBB, dan sebagainya.

Entah berapa kali saya berdecak kagum dengan wawasan yang dimiliki oleh penulis. So, buku ini sangat informatif. Saya yakin, pembaca akan mendapat insight baru dari buku ini.

Sementara itu, ditinjau dari sudut pandang kepenulisan, saya merasa kurang paham dengan POV yang digunakan penulis. Beberapa chapter menggunakan sudut pandang orang pertama –aku berperan sebagai Nayla, namun di chapter lain sudut pandang berubah haluan menjadi orang ketiga.

Tokoh Nayla seolah tidak lagi menjadi “aku”. Sebagai pembaca, saya merasa kehilangan “jati diri”. Kendati demikian, buku ini tidak kehilangan esensinya.

Okay, overall...buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Saya benar-benar hanyut dalam kisahnya dan membayangkan betapa chaos-nya situasi di Palu saat itu.

Buku ini juga mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan hingga religiusitas. Pun, selain mendapat insight baru, saya yakin pembaca juga ikut merasakan kepiluan yang dialami saudara-saudara kita di Palu.

Bangkit kembali, Palu! Semoga Sang Maha Baik senantiasa menaungimu dalam kebaikan.

Wawancara dengan Dwi Sartika

Ridwansyah: Pada chapter ketiga, saya pertama kali menemukan istilah “Puang”. Mbak, barangkali boleh diceritakan tentang “Puang” dan apa hubungannya Puang Moni dengan Nayla? Sebab pada part selanjutnya tidak disinggung lagi sosok Puang Moni.

Dwi Sartika: Istilah 'Puang' adalah gelar yang digunakan dalam Suku Bugis Bone yang disematkan kepada orang yang dihormati. Misalnya digunakan untuk panggilan kepada om atau tante dan semisalnya. Puang Moni adalah Tante dari Nayla. Adik dari Ibu Nayla.

Ridwansyah: Saya benar-benar hanyut dalam cerita ini. Dalam waktu yang bersamaan, saya ikut merasakan luka yang menimpa saudara-saudara kita di Palu. Barangkali boleh tahu Mbak, kenapa situasi gempa dan tsunami bisa dideskripsikan secara rinci seperti itu? Mohon maaf, apakah memang berangkat dari pengalaman atau sekadar riset literatur?

Dwi Sartika: Keduanya benar. Riset yang mendalam serta Tokoh Nayla adalah Penulis sendiri. Ada banyak jejak digital seperti video detik-detik tsunami, tanah terbelah, dsb. Biasanya, satu video, saya tonton hingga puluhan kali sampai bisa merasakan dan memvisualisasikan kembali secara detail dalam bentuk tulisan.

Ridwansyah: Pada buku ini disinggung pula sosok Ummu Afnan yang sangat inspiratif. Saya ingin mengajukan tiga pertanyaan tentang beliau.

Pertama, apakah beliau ini sosok yang dikenal oleh Mbak?

Kedua, mengapa Mbak mengangkat tokoh Ummu Afnan?

Ketiga, apakah Ummu Afnan selamat dari kejadian itu?

Dwi Sartika: Iya, Ummu Afnan Rahimahullah adalah guru ngaji/murabbiyah dari penulis.

Pertama, karena beliau sosok yang memiliki kedekatan secara emosional dengan penulis. Selain itu, kisah ini sungguh menginspirasi dan saya ingin mengabadikannya dalam tulisan serta tulisan ini setidaknya bisa menjadi obat rindu, bukan hanya untuk saya, tapi kepada setiap orang yang memiliki kenangan indah bersama beliau.

Setahun-dua tahun berlalu pasca tragedi itu, kami masih berpikir beliau sedang mengungsi di suatu tempat karena suatu kendala dan belum bisa kembali. Namun, setelah hampir 5 tahun berlalu, beliau tak kunjung kembali. Kami sudah mengikhlaskan beliau. Allahummaghfirlaha warhamha wa'afiha wa'fuanha.

Ridwansyah: Saat membaca part “Penjarahan”, saya ikut gemas dengan situasi demikian. Di sisi lain, saya salut dengan Mbak Dwi yang berani mengangkat “sisi gelap” pasca gempa dan tsunami. Boleh tahu nggak Mbak, alasan mengangkat topik tersebut?

Dwi Sartika: Awalnya, saya hanya ingin menuliskan kisah pengalaman keluarga dan mengangkat beberapa kisah lain, namun setelah melakukan riset lebih dalam, saya banyak sekali menemukan 'fakta baru' yang hampir selalu membuat saya 'merinding' kemudian mengaitkannya dengan sudut pandang Al-Quran maupun hadist yang akhirnya menguatkan saya untuk berani menyajikan fakta tersebut.

Sebenarnya kekekhawatiran itu pasti ada, tapi karena keinginan besar untuk berbagi hikmah dan pelajaran dari tragedi gempa kemarin, maka saya memberanikan diri dan semata berharap pertolongan serta perlindungan Allah Subhanahu Wata'ala.

-

Buku Behind the Scene Gempa Palu dapat kamu order lewat Instagram @dwisartika_ika. Kamu bisa membaca juga buku ini melalui situs kbm.id, silakan akses melalui Behind the Scene Gempa Palu.

Barangkali, itulah ulasan tentang buku Behind the Scene Gempa Palu karya Dwi Sartika.

Sekian.

Reviewer: Fitri Ayu Febrianti

Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url