Review Buku Antologi Puisi "Jejak Aksara" karya Eftah Putri Hapsari
Akan tetapi, berbeda dengan buku antologi puisi Jejak Aksara. Saya sangat menikmati 99 puisi dalam buku ini hanya dalam kurun waktu 2 hari saja. Terlebih lagi, perasaan saya ikut terbawa aliran rasa penulis melalui bait-bait puisinya.
Jika dianalogikan, perasaan saya saat membaca buku ini ibarat sebuah kapal yang berada di tengah gelombang ombak laut. Sewaktu-waktu bisa terbawa ke atas, kemudian turun ke bawah mengikuti gelombangnya.
Nah, buku yang ditulis oleh Eftah Putri Hapsari ini merupakan buku pertama yang ia terbitkan. Sekaligus juga buku antologi puisi pertama yang dapat saya review.
Oke, untuk mengetahui gambaran buku antologi puisi ini, simak ulasan lengkapnya berikut ini…
Baca Juga: Review Buku Titik Koma karya Wicaksana Satya
Judul : Jejak Aksara
Penulis : Eftah Putri Hapsari
Penerbit : Diandra Kreatif
Isi : viii + 106 hlm
Tahun Terbit : Maret 2023
Kategori : Antologi Puisi
Saya penasaran, mengapa penulis hanya menggunakan diksi-diksi yang katakanlah ramah didengar. Apakah penulis ada tujuan tertentu ketika menulis buku ini? Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa buku puisi biasanya identik dengan diksi-diksi yang kental dengan istilah sastra, tetapi buku antologi puisi Jejak Aksara tidak demikian.
Eftah Putri Hapsari kemudian menjelaskan saat kami wawancarai, “Sebenarnya memang agar mudah dipahami oleh pembaca. Kebanyakan pembaca kurang berminat dengan buku puisi karena kata-katanya susah dipahami dan tidak tahu arti/maknanya. Atau bisa jadi juga sih karena saya masih pemula, jadi belum banyak menguasai diksi-diksi yang sulit.”
Puisi-puisi dalam buku “Jejak Aksara” melintas bebas. Artinya, tidak dibatasi dengan sekat atau bagian-bagian tema tertentu. Saya sendiri menikmati setiap judul puisi dengan rasa yang nano-nano.
Sesekali saya dibuat sesak. Saya terbawa rasa kerelaan. Sesekali hati saya juga serasa teriris terbawa puisi yang mengabadikan kekecewaan. Lalu sesekali dibuat takjub. Sebab, saya dibawa bertafakur pada keindahan maupun keajaiban alam sebagai keagungan Tuhan.
Kalau kamu pengin tahu lebih nyata gimana rasanya, coba baca sendiri aja deh bukunya.
Jujur, point penting yang saya dapati dari buku ini adalah ia mengajak pembaca untuk merefleksikan diri, merenungi cara tumbuh dengan rasa pahit-manisnya hidup, penerimaan diri, juga kepedulian memelihara alam dan sejarah.
Eftah Putri Hapsari, menulis puisi-puisinya mengalir saja sebagai bahasa rasa. Dalam arti, apa yang ia rasakan, maka itu yang ia tulis. Sederhana.
Lebih lanjut, puisi-puisi yang ditulis oleh wanita asal Wonogiri ini bersifat kontekstual. Dekat dengan kehidupan keseharian kita. Saya rasa, siapapun yang membaca buku ini, auto bakal pengin bikin puisi juga karena ketularan berpuisi.
Jujur, membaca puisi-puisi Eftah Putri, saya serasa menjadi teman cerita terhadap perasaannya. Apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasa, saya seolah menjadi teman setianya. Hih!
Review Buku Antologi Puisi “Jejak Aksara” karya Eftah Putri Hapsari
Deskripsi BukuJudul : Jejak Aksara
Penulis : Eftah Putri Hapsari
Penerbit : Diandra Kreatif
Isi : viii + 106 hlm
Tahun Terbit : Maret 2023
Kategori : Antologi Puisi
Penggunaan Diksi dalam Buku Antologi Puisi Jejak Aksara Ramah Didengar
Boleh dibilang, buku antologi puisi ini bakal gampang dipahami oleh siapapun. Sebab, diksi-diksi yang digunakan oleh Eftah Putri Hapsari cukup familiar. Dan meski begitu, saya yakin bahwa pembaca akan terbawa hanyut dalam perasaan penulis ketika membaca puisi-puisi pada buku ini.Saya penasaran, mengapa penulis hanya menggunakan diksi-diksi yang katakanlah ramah didengar. Apakah penulis ada tujuan tertentu ketika menulis buku ini? Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa buku puisi biasanya identik dengan diksi-diksi yang kental dengan istilah sastra, tetapi buku antologi puisi Jejak Aksara tidak demikian.
Eftah Putri Hapsari kemudian menjelaskan saat kami wawancarai, “Sebenarnya memang agar mudah dipahami oleh pembaca. Kebanyakan pembaca kurang berminat dengan buku puisi karena kata-katanya susah dipahami dan tidak tahu arti/maknanya. Atau bisa jadi juga sih karena saya masih pemula, jadi belum banyak menguasai diksi-diksi yang sulit.”
Buku Ini Berisi Kumpulan Puisi yang Variatif dan Tidak Monoton. Ia Mengajak Pembaca untuk Merefleksi Diri
Jika kamu kurang suka membaca buku kumpulan puisi, misal takut bosan, maka pada buku ini kamu tidak akan menemukan kebosanan. Sebab, puisi-puisi di dalam buku ini sungguh variatif.Puisi-puisi dalam buku “Jejak Aksara” melintas bebas. Artinya, tidak dibatasi dengan sekat atau bagian-bagian tema tertentu. Saya sendiri menikmati setiap judul puisi dengan rasa yang nano-nano.
Sesekali saya dibuat sesak. Saya terbawa rasa kerelaan. Sesekali hati saya juga serasa teriris terbawa puisi yang mengabadikan kekecewaan. Lalu sesekali dibuat takjub. Sebab, saya dibawa bertafakur pada keindahan maupun keajaiban alam sebagai keagungan Tuhan.
Kalau kamu pengin tahu lebih nyata gimana rasanya, coba baca sendiri aja deh bukunya.
Jujur, point penting yang saya dapati dari buku ini adalah ia mengajak pembaca untuk merefleksikan diri, merenungi cara tumbuh dengan rasa pahit-manisnya hidup, penerimaan diri, juga kepedulian memelihara alam dan sejarah.
Buku yang Dapat Mengajak Pembaca untuk Berkarya
Sebagai orang yang sudah membaca buku ini, saya akan meyakinkan kepada pembaca lain bahwa membuat puisi sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan.Eftah Putri Hapsari, menulis puisi-puisinya mengalir saja sebagai bahasa rasa. Dalam arti, apa yang ia rasakan, maka itu yang ia tulis. Sederhana.
Lebih lanjut, puisi-puisi yang ditulis oleh wanita asal Wonogiri ini bersifat kontekstual. Dekat dengan kehidupan keseharian kita. Saya rasa, siapapun yang membaca buku ini, auto bakal pengin bikin puisi juga karena ketularan berpuisi.
Jujur, membaca puisi-puisi Eftah Putri, saya serasa menjadi teman cerita terhadap perasaannya. Apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasa, saya seolah menjadi teman setianya. Hih!
Baca Juga: Review Buku Antologi Berjudul Perempuan itu Ibuku
Jadi, sebagai pembaca, saya ingin lebih mudah menemukan puisi favorit saya dalam buku ini. Sehingga, alangkah baiknya jika penulis mencantumkan nomor di setiap judul puisi. Ini akan sangat membantu saya dalam menemukan puisi favorit saya.
Tapi, saya spill saja deh beberapa puisi yang saya sukai. Judulnya “Filosofi Hidup” halaman 17, “Getar Rasa” halaman 91, dan “Menunggu Waktu yang Tepat” halaman 62.
Selain itu, saya juga ingin lebih nyata menikmati puisi sesuai imajinasi waktu. Sehingga, puisi-puisi dalam buku ini akan semakin nyata apabila penulis mencantumkan tempat dan titimangsa pembuatan puisi.
Catatan terakhir, pada halaman biodata, penulis menceritakan dirinya melalui narasi singkat. Penulis merupakan alumni UNS jurusan Agribisnis, hobi membaca dan menulis sudah sejak SMA.
Nah, meskipun jurusan kuliah yang diambil tidak relevan dengan hobinya sejak kecil, tapi tidak menjadikan alasan penulis berhenti berkarya.
Saya kemudian menemukan kisah nyata dari pepatah kuno “De gustibus non Est Disputandum” selera itu tidak untuk diperdebatkan. Sama halnya dengan menulis, siapapun kamu, apapun bidang yang kamu ambil di bangku pendidikanmu, kesenanganmu menulis dan berkarya adalah hak utuhmu atas rasamu.
Well, rate buku antologi puisi Jejak Aksara ini 8,5/10.
Rekomendasi
Sebelum ke sesi wawancara, saya ingin menyampaikan satu-dua catatan tentang buku ini.Jadi, sebagai pembaca, saya ingin lebih mudah menemukan puisi favorit saya dalam buku ini. Sehingga, alangkah baiknya jika penulis mencantumkan nomor di setiap judul puisi. Ini akan sangat membantu saya dalam menemukan puisi favorit saya.
Tapi, saya spill saja deh beberapa puisi yang saya sukai. Judulnya “Filosofi Hidup” halaman 17, “Getar Rasa” halaman 91, dan “Menunggu Waktu yang Tepat” halaman 62.
Selain itu, saya juga ingin lebih nyata menikmati puisi sesuai imajinasi waktu. Sehingga, puisi-puisi dalam buku ini akan semakin nyata apabila penulis mencantumkan tempat dan titimangsa pembuatan puisi.
Catatan terakhir, pada halaman biodata, penulis menceritakan dirinya melalui narasi singkat. Penulis merupakan alumni UNS jurusan Agribisnis, hobi membaca dan menulis sudah sejak SMA.
Nah, meskipun jurusan kuliah yang diambil tidak relevan dengan hobinya sejak kecil, tapi tidak menjadikan alasan penulis berhenti berkarya.
Saya kemudian menemukan kisah nyata dari pepatah kuno “De gustibus non Est Disputandum” selera itu tidak untuk diperdebatkan. Sama halnya dengan menulis, siapapun kamu, apapun bidang yang kamu ambil di bangku pendidikanmu, kesenanganmu menulis dan berkarya adalah hak utuhmu atas rasamu.
Well, rate buku antologi puisi Jejak Aksara ini 8,5/10.
Wawancara Kami dengan Eftah Putri Hapsari
Ridwansyah: Apakah semua puisi yang Mbak Eftah tulis diambil dari pengalaman nyata?
Ridwansyah: Kenapa memilih penerbit indie, Mbak? Kedepannya, apakah ada rencana kembali untuk menerbitkan buku? Misal, naskah dikirimkan ke penerbit mayor?
Eftah Putri: Saya mempertimbangkan waktu. Kalau di penerbit mayor biasanya nunggu 3 bulan dulu, misal naskahnya lolos, baru lanjut. Kalo nggak lolos, harus nyari lagi dan nunggu lagi.
Sedangkan di penerbit indie, waktu 3 bulan sudah bisa proses editing, layouting, revisi, sampai pre order. Ya meskipun memang harus berkorban dulu karena ada biaya penerbitan.
Selain itu, saya juga sadar diri, bukan berarti pesimis, ya. Saya melihat kapasitas dan mengukur peluang juga, saya pemula sebagai penulis, baru mau menerbitkan buku pertama, jadi nggak pengen terlalu muluk-muluk dulu. Yang penting buku saya bisa terbit dan tulisan saya dikenal banyak pembaca.
Nah, nanti untuk buku kedua, ada rencana pengin menerbitkan di penerbit mayor. Impian banget bisa menerbitkan buku di penerbit mayor, jadi buku saya bisa terpampang di rak toko buku.
Ridwansyah: Jejak Aksara ini merupakan buku antologi puisi pertama yang diterbitkan. Sebelumnya dengan pengalaman menulis Mbak Eftah, pernah nggak menggarap project buku barengan/keroyokan dengan penulis lain?
Eftah Putri: Kalo project langsung bareng penulis lain belum pernah, sih. Paling dulu misal pas ikut lomba puisi, terus masuk 100 puisi terbaik. Nah dari penyelenggaranya dibukukan gitu, tapi pesertanya nggak wajib beli buku.
Ridwansyah: Terakhir, saya ingin mendengar cerita singkat Mbak yang menyenangi dan menekuni dunia kepenulisan. Bahkan meskipun jurusan kuliahnya nggak ngambil sastra, Mbak tetap bersemangat menulis hingga buku ini juga terbit. Bisa diceritakan?
Eftah Putri: Jadi, saya suka baca sejak kecil, tapi mulai suka nulis sejak SMA, dulu sering nulis kata-kata mutiara gitu sama puisi juga di Binder. Bahkan ada beberapa puisi di buku Jejak Aksara yang saya tulis waktu SMA dulu.
Setelah itu, pas saya kuliah & kerja udah nggak pernah nulis lagi, tapi tetep sering baca buku. Lalu pada tahun 2019, berawal dari kegelisahan dan keresahan saya setelah resign dari pekerjaan sebelumnya, dan belum mendapatkan pekerjaan kembali, saya menemukan informasi tentang lomba menulis di IG, mulai dari puisi, cerpen, artikel, esai, saya coba semua.
Paling banyak, saya ikut lomba puisi, karena kata-katanya yang singkat. Maka, tercetuslah ide kalo bikin buku kumpulan puisi kayaknya boleh dicoba. Rencana sih mau bikin buku puisi tahun 2020, tapi tertunda terus sampai 2021, 2022, dan baru terealisasi di tahun 2023.
Penutup
Untuk membeli buku antologi puisi Jejak Aksara karya Eftah Putri Hapsari, kamu dapat menyapa penulis buku ini lewat Instagram @eftah_putri.
Sekian.
Reviewer: Siti Sundus.
BACA JUGA: Review Novel Usai Sebelum Dimulai