Review Novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara karya Ipit Handayani

Review Novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara

Saat saya diminta untuk mereview novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara, saya berpikir, mungkin novel karya Ipit Handayani ini akan menceritakan tentang muda-mudi yang menikmati perjalanan mendaki Gunung Iswara.

Namun, ketika saya melihat cover dan blurb-nya, ternyata novel ini bergenre horor. Lalu dibumbui juga dengan cerita misteri, sekaligus romansa.

Cerita di novel ini diawali dengan Mahesa yang berencana merayakan ulang tahun dengan keempat sahabatnya; Gayatri, Feby, Roby, dan Joe.

Tidak ada yang menyangka bahwa rencana itu malah membawa mereka pada kejadian tragis. Kejadian yang membuat salah seorang diantara mereka mengalami trauma berat.

Dituturkan dari sudut pandang Gayatri, novel ini membawa saya untuk merasakan betapa mencekamnya pendakian di Gunung Iswara yang penuh dengan misteri.

Untuk mengetahui gambaran novel ini lebih dalam lagi, berikut ulasan lengkapnya di bawah ini…

Baca Juga: Review Buku Antologi Puisi "Jejak Aksara" karya Eftah Putri Hapasari

Review Novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara karya Ipit Handayani

Deskripsi Novel

Judul: Empat Jiwa dalam Dekapan Gunung Iswara
Penulis: Ipit Handayani
ISBN: 978-623-351-555-9
Penerbit: Nasmedia Pustaka
Isi: viii + 158
Tahun Terbit: September, 2022 (Cet. Ke-2)
Jenis/Kategori: Novel

Novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara dibagi ke dalam 3 babak. Paruh pertama terdiri dari chapter 1-4, paruh kedua terdiri dari chapter 5-10, dan paruh terakhir terdiri dari chapter 11-15. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama dengan tokoh utama bernama Gayatri.

Di paruh pertama, saya dibawa ke dalam petualangan Gayatri, Mahesa, Feby, Joe, dan Roby. Dalam paruh ini, penulis menyajikan ketegangan yang mencekam. Lalu dikemas juga dengan suasana mistis di Gunung Iswara.

Penulis sangat pintar dalam menggambarkan suasana Gunung Iswara yang mengerikan. Sehingga, sebagai pembaca, saya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Gayatri dan juga teman-temannya.

Terlebih lagi, tidak hanya Gunung Iswara yang memiliki misteri, mereka semua pun menyembunyikan rahasia-rahasia yang menuntun pada kematian ketiga teman Gayatri, serta hilangnya Mahesa dalam perjalanan menuju Base Camp.

Pada paruh kedua, penulis lalu menurunkan intensitas kengerian ke kejadian 5 tahun kemudian. Gayatri yang masih diliputi trauma berat atas kejadian 5 tahun lalu, dipaksa kembali untuk mengingat bagaimana teman-temannya bisa meninggal.

Dengan adanya berita Hana, seorang perempuan berumur 15 tahun yang hilang saat mendaki Gunung Iswara, Gayatri pun memutuskan untuk membantu Tim SAR dalam misi pencarian Hana.

Di sinilah cerita kembali seru. Gayatri yang merasa hanya seorang wanita biasa, ternyata memiliki penglihatan terhadap makhluk-makhluk gaib yang membawa ingatannya pada Mahesa—sahabat serta pacarnya—yang menghilang 5 tahun lalu.

Di paruh ketiga, misteri hilangnya Mahesa serta kematian teman-temannya terungkap. Siapa sangka di balik gadis biasa seperti Gayatri, ada rahasia besar yang disembunyikan oleh keluarganya, yang mungkin dapat membahayakan orang-orang di sekitar Gayatri.

Baca Juga: Review Novel Psychebook Karya Imel Rebecca

Novel Empat Jiwa Dalam Dekapan Gunung Iswara Merupakan Novel Horor yang Dilengkapi dengan Cerita Misteri, Unsur Klenik, dan Romansa

Bagi saya, salah satu hal yang paling krusial dalam sebuah novel adalah tentang bagaimana penulis menyajikan cerita. Sehingga, pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca.

Keunggulan novel ini terletak pada penggambaran suasana yang mencekam. Apalagi di empat chapter pertama, saya tidak bisa berhenti membaca. Sebab, suasana Gunung Iswara sukses menyihir saya untuk menguak berbagai misteri di dalamnya.

Dalam hal ini, penulis pandai menggambarkan dari satu kejadian ke kejadian lainnya. Sehingga, saya tidak merasa bosan saat membaca novel ini.

Begitu pun di paruh ketiga, saya perlu memberikan tepuk tangan meriah kepada penulis. Sebab, Ipit Handayani berhasil mengembalikan ketegangan yang saya rasakan di paruh pertama.

Dengan terkuaknya semua misteri di dalam novel ini, saya dibuat geleng-geleng kepala oleh salah satu kelakukan tokohnya. Meskipun, di lain sisi, saya memahami perasaan seseorang yang telah kehilangan orang yang dicintainya.

Beberapa hal yang agak sedikit mengganjal ketika saya membaca novel ini adalah narasi yang dituliskan terasa ambigu, jumpy, dan terkadang bertele-tele. Penulis kurang dapat mengeksplor kisah romansa di novel ini, sehingga romansannya terasa hambar.

Padahal, unsur romansa di cerita ini sedikit banyak memiliki peranan penting. Saya kurang merasakan ikatan antara Gayatri dengan Mahesa maupun Gayatri dengan Raka.

Di beberapa kesempatan pun, penulis lebih banyak menggunakan teknik telling dalam pendeskripsian karaker Gayatri. Sehingga, karakter di cerita ini terasa bland dan two dimensional.

Overall, walaupun novel ini tidak sempurna, tapi ceritanya masih bisa dinikmati dan dapat dibaca sekali duduk saja. Sebab, halaman novelnya terbilang sedikit, juga cerita yang disajikan merupakan cerita yang diambil dari pengalaman pribadi.

Wawancara Kami dengan Ipit Handayani

Ridwansyah: Setelah tim reviewer saya membaca novel ini, ternyata kejadian di Gunung Iswara adalah kejadian nyata yang dialami penulis. Apakah ketika penulis saat menulis cerita ini, mengalami kejadian mistis juga seperti Gayatri?

Ipit Handayani: Iya Kak, semua kejadian mistis sebagiannya di tuang dalam tulisan.

Ridwansyah: Jujur, tim saya tertarik dengan cerita Raka dan Gayatri, apakah ini juga termasuk dari pengalaman pribadi? Penulis tidak apa-apa?

Ipit Handayani: Raka Gayatri iya, pengalaman pribadi mereka. Dan untuk saat ini pun mereka memang tidak jadi menikah. Penulis baik-baik saja, Kak.

Ridwansyah
: Okay...kalau boleh tahu, siapa muse yang digunakan ketika menulis cerita ini?

Ipit Handayani: Mantan saya, Kak. Di dalam cerita, saya sematkan pada tokoh Mahesa. Sebab, benang merah dari semua kejadian di novel, tidak lain ulah tokoh Mahesa sendiri. Mulai dari pengkhianatan, semprul, dan ngotot nanjak Gunung Iswara.

Ridwansyah: Next...berhubung di novel ini ngomongin hal-hal klenik, apakah berarti penulis memang familiar dengan hal itu atau mungkin pernah ada pengalaman tentang klenik di keluarga atau teman?

Ipit Handayani: Iya Kak, penulis familiar. Dibilang indigo sih tidak, hanya kerap sensitif. Hal-hal klenik di lingkungan keluarga jadi hal biasa karena keluarga masih memegang teguh kepercayaan pada ilmu-ilmu putih, alhasil kadang suka bersinggungan. Seperti, salah satu paman penulis yang memiliki khodam harimau putih.

Ridwansyah: Okay...tim saya katanya suka banget sama endingnya yang realistis. Terus kalau memang Gayatri ada, seperti apa dia sekarang? Selain tidak jadi menikah, ya.

Ipit Handayani: Sekarang sudah terbiasa bersosialisasi lagi karena dasarnya dia ekstrovert. Apapun yang udah terjadi di hidupnya di masa lalu, dia kuat dan tegar melewatinya sampai di titik dan detik ini. Sekarang dia lebih logis terhadap sesuatu, meskipun kadang tetap suka bersinggungan dengan hal-hal mistis. Jatuhnya, sekarang sudah biasa.

Kalau soal trauma percintaan tentu ada. Sekarang jujur saja, ia akan menikah. Dan itu untuk sekadar melanjutkan hidup saja.

Ridwansyah: Terakhir banget ini mah...Kak Fitri udah minta izin ke mereka untuk mengisahkan mereka ke dalam novel ini? Tanggapan mereka bagaimana?

Ipit Handayani: Iya sudah, Kak. Izin untuk menceritakan ini semua, inspirasi kisah dari para tokoh yang kemudian di combine dan dikembangkan oleh imajinasi penulis. Sebagian dari mereka sudah nggak ada (sehingga izin ke pihak keluarga,) sumber cerita detail didapat dari tokoh Gayatri dan sebagian dari tokoh Raka.

Mandat dari mereka: ceritakan saja permukaannya, sisanya tak apa diatur oleh penulis. Respon haru sedih ada di awal-awal karena jadi teringat, tapi alhamdulillah mereka melihat dari sisi lain seperti banyaknya nilai-nilai pelajaran yang dapat diambil dari kisah para tokoh agar tidak terulang terjadi pada orang lain. Dan lagi sebagai bentuk momentum terhadap para tokoh.

Penutup

Barangkali itulah ulasan novel Empat Jiwa dalam Dekapan Gunung Iswara karya Ipit Handayani.

Penulis dapat dihubungi melalui Instagram @ipit_handayaniii.

Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url