Review Buku Antologi Puisi Destinasi Rindu karya Rizki Prayogo

Review Buku Antologi Puisi Destinasi Rindu karya Rizki Prayogo

Sejujurnya, akhir-akhir ini saya sering merasa kalut. Entah karena terlalu lelah mengejar impian duniawi, atau mungkin karena mulai menjauh dari hal-hal yang bersifat ukhrawi.

Pada akhirnya, saya dipertemukan dengan buku Destinasi Rindu. Mulanya saya kira buku ini memuat antologi puisi yang mainstream, dengan mengusung tema percintaan. Namun, setelah rampung membaca buku ini, saya malah menemukan dua hal yang paling esensial.

Pertama, buku ini tidak mengangkat isu percintaan (dalam konteks manusia), melainkan tentang cara memaknai hidup hingga kembali merindu-Nya. Kedua, buku ini bisa dijadikan self-healing saat berada di fase yang tidak menyenangkan.

Cukup menarik, bukan?

Baik, berikut ulasan tentang buku antologi puisi Destinasi Rindu karya Rizki Prayogo.

Baca Juga: Review Novel Rayendra

Review Buku Antologi Puisi Destinasi Rindu

Deskripsi Buku

Judul : Destinasi Rindu
Penulis : Rizki Prayogo
ISBN : 978-623-5468-03-7
Penerbit : Kaneomedia (CV. Pena Borneo)
Isi : x, 83 halaman
Tahun Terbit : Juli 2023
Cetakan : Pertama
Jenis/Kategori : Antologi Puisi / Nonfiksi

Gambaran Buku Antologi Puisi Destinasi Rindu

Sebagaimana disampaikan sang pemilik pena, “Destinasi Rindu” adalah bagian dari kicauan kerinduan yang lahir dari rahim keresahan.

Empat puluh dua puisi yang termaktub dalam buku antologi ini tidak hanya sekedar kata, namun juga mengajak para pembaca untuk memaknai hidup dan kembali merindu-Nya.

Pada lembar pertama, pembaca akan disuguhi bait permulaan yang berbunyi:

Siapa yang paling berbahagia?
Yang sanggup bersuka,
di tengah luka.


Begitupun dengan beberapa puisi berikutnya yang memuat makna senada. Dengan kalimat puitisnya, penulis mengajak pembaca untuk tetap bersuka walau hari-hari diterpa gelombang luka.

Sementara itu, pada beberapa puisi lainnya, penulis menyoroti keterlibatan Tuhan dalam kehidupan manusia. Benar, kita terlalu sibuk mengejar kepuasan dari hal-hal yang terbatas ruang dan waktu. Pada konteks ini, saya menyoroti puisi kedua puluh, “Tentang Sibuk”.

Kita tidak pernah benar-benar sibuk.
Hanya saja, sering gagal menata prioritas dalam hidup.

Jadikan yang pertama,
Untuk apa-apa yang bernilai Utama.
Setelahnya,
Sisanya akan perlahan menemukan kata “tuntas”


Tentu masih banyak puisi lain yang dikemas dengan baik dalam buku ini. Perihal syukur, maaf, dan hal baik lainnya juga turut disinggung.

Sebagai pemungkas, buku ini ditutup dengan puisi keempat puluh dua berjudul “Konsistensi”. Ada satu bait yang menyita perhatian saya, tepatnya di halaman 82.

Bercintalah pada hiruk pikuk dunia.
Pastikan ada ruang di hatimu untuk-Nya.
Hingga dianugerahkan cinta pada hati dan membuat tiap insan bersuka cita atas garis hidupnya.

Pandangan Reviewer Terkait Buku Antologi Puisi Destinasi Rindu

Buku Destinasi Rindu memiliki halaman sampul yang eye-catching.

Mengusung warna pastel, visual perahu kertas turut memberikan estetika pada buku ini. Selain sampul, sekat antarjudul juga dibubuhi ilustrasi layout yang senada.

Jujur, sebagai penyuka visual, buku ini lebih enak dibaca. Sebab memberi ruang pada ilustrasi dan tidak “gemuk” dengan tulisan.

Pada bagian isi, setiap bait dibubuhi diksi yang kaya namun lugas. I mean, penulis sangat cakap dalam memilih kata-kata yang indah namun gampang dicerna oleh pembaca.

Sementara itu, ditinjau dari segi makna, buku ini berani menyuarakan keresahan, sekaligus menyisipkan reminder untuk pembaca.

Tidak hanya sebagai petuah, bait-bait puisi dalam buku ini juga sangat aesthetic dan tampaknya berpotensi pula untuk diunggah di media sosial. That’s good. Menyebarluaskan kebaikan dengan cara demikian merupakan ide yang bagus di era digital ini.

Baca Juga: Review Novel Karsa Semesta

Okay, back to review.

Terlepas dari hal-hal baik yang dapat diadopsi dari buku ini, sebenarnya ada dua hal yang cukup mengganjal bagi saya. Pertama, saya menemukan beberapa case redundansi seperti “hanya saja”, dan “nestapa duka” yang sebenarnya merujuk pada makna serupa.

Barangkali, penulis bisa menggunakan salah satunya, kata “hanya” atau “saja”. Kedua, dalam konteks puisi, entah ini diperbolehkan atau tidak, tetapi kata “yang” sering saya temui di awal bait. Let’s say di halaman 4, 6, 18, 26, 31, dan beberapa halaman lainnya.

Overall, saya benar-benar menyukai buku ini. Dimulai dari visualisasi sampul dan layout, isi, gaya penulisan, hingga makna-makna yang disajikan secara implisit dan eksplisit.

Hal yang paling amaze menurut saya ialah impact-nya. Setelah membaca buku ini, saya benar-benar kembali merindu-Nya.

Terima kasih sudah mengingatkan kebaikan. Semoga hal-hal baik dari Sang Maha Baik senantiasa mengiringi langkah kita.

Wawancara dengan Rizki Prayogo

Vanesha: Dimulai dari halaman sampul sampai sekat antarjudul, kayaknya “perahu kertas” jadi visual utama. Boleh tahu gak Kak, kenapa perahu kertas ditonjolkan dalam buku ini? Apa ada makna tersendiri?

Rizki: Perahu adalah perwakilan dari keinginan penulis agar buku ini bisa mengantarkan pembaca ke dermaga rindu yang sesungguhnya. Rindu yang tak akan pernah kecewa, rindu pada-Nya yang sejatinya selalu ada untuk hamba-Nya

Vanesha: Di tengah maraknya puisi tentang percintaan (dalam konteks antarmanusia), kenapa Kak Rizki lebih memilih bahasan tentang makna hidup dan pendekatan pada Tuhan?

Rizki: Karena banyak manusia terlampau mencintai ciptaan-Nya, sampai lupa pada Pencipta-Nya. aku ingin lewat kata-kata sederhana bisa menjadi cahaya untuk pembaca.

Vanesha: Selama menuangkan keresahan dalam bentuk puisi, pernah mengalami writer’s block gak Kak? Solusinya gimana?

Rizki: Saya lebih dominan melawan malas daripada writer's block. Karena inspirasi itu ada dimana saja dan bagaimanapun caranya. Asal mau riset dan banyak baca. Sebab, bensin atau bahan bakar setiap penulis adalah banyak membaca dan mengambil pengalaman. Solusinya, bergerak, jalan-jalan cari inspirasi, atau membaca buku, dan ngopi (ngobrol cari inspirasi)

Vanesha: Kak, kedepannya apa ada rencana membuat buku selain puisi?

Rizki: Ada. Saya sedang dalam proses menulis buku berbasis Tafsir Al-Qur'an, namun dikemas dengan cara yang friendly dan semoga saja, semoga bisa menyentuh kalangan muda dalam jangkauan yang luas. Mohon doanya ya sobat Penulis Garut.

Penutup

Penulis buku antologi puisi Destinasi Rindu dapat kamu sapa melalui Instagram @rizki_prayogoo

Reviewer: Fitri Ayu Febrianti

BACA JUGA: Review Buku The Power For Merantau
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url