Review Novel Lebah Pencari Madu Karya Kholid Rosyidi, Ini Pengalaman Hidup yang Menarik

Novel Lebah Pencari Madu

Ketika membaca novel Lebah Pencari Madu, emosi saya dibawa naik-turun. Bagaimana tidak, plot cerita novel ini tidak dapat saya tebak.

Biasanya saat membaca sebuah novel, saya dapat mendiktenya. Tapi, novel ini sulit diprediksi. Mulai dari opening sampai ending cerita punya banyak kejutan.

Kholid Rosyidi penulis novel ini menceritakan kisah percintaan, persahabatan, dan kebahagiaannya dengan sangat menarik.

Saya sampai excited banget mendiskusikan novelnya di hadapan sahabat-sahabat saya. Dan bahkan, salah satu sahabat saya mengatakan begini, “Tiap orang pasti memiliki pengalaman hidup yang menarik. Dan penulis novel ini beruntung telah memiliki pengalaman itu”.

Saya sengaja membicarakan novel ini di depan sahabat-sahabat saya. Sebab, kisah persahabatan Kholid hampir sama dengan persahabatan kami.

Bedanya, Kholid memiliki sembilan sahabat yang solid, sedangkan sahabat saya hanya berjumlah lima orang saja.

Dan istimewanya, sembilan sahabat yang Kholid ceritakan dalam novelnya ini, karakternya hidup semua. Ini yang membuat saya menggeleng-gelengkan kepala, lantas memujinya.

Baik lah, mari saya review novel karya Kholid ini. Dan silakan bagi pembaca yang mampir ke blog ini, persiapkan dulu secangkir kopi panas. Sebab, ulasan ini cukup panjang dan detail sekali.

Review Novel Lebah Pencari Madu

Judul buku: Lebah Pencari Madu
Penulis: Kholid Rosyidi Muhammad Nur
Penerbit: KHD Production
ISBN: 978-623-90636-7-2
Halaman: 263
Tahun terbit: 2019 (Oktober, cetakan pertama)

Novel ini diawali saat Kholid sedang MOS di SMAN 1 Kalisat. Ia bilang bahwa sekolahnya dikenal dengan sebutan “SMANKAL”.

Membayangkan SMANKAL dari ilustrasi yang disampaikan oleh Kholid, saya pikir, sekolah ini indah. Sebab, ia berada di ketinggian 275 M tepat di atas permukaan air laut lalu diapit oleh Gunung Argopuro dan Gunung Raung.

Saya yakin bahwa alumni SMANKAL pasti akan merindukan suasana sekolahnya yang kadang-kadang dingin, dan kadang-kadang juga sejuk.

Dan benar apa yang disampaikan oleh Pak Suroto dalam sambutannya di acara Masa Orientasi Sekolah tersebut, “Masa SMA adalah masa-masa yang paling indah”.

Dan di masa inilah penulis novel ini menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk belajar, dan juga mencari kebahagiaan hidup.

SMANKAL adalah saksi perjalanan hidup Kholid. Dan di sekolah ini, Kholid bukan hanya menceritakan sahabat-sahabatnya saja, tapi ia mengisahkan tentang “cinta”.

Kisah cinta yang bagi saya, sebagai pembaca, ini sangat unik dan juga njlimet.

Mengenal sosok Slavi di Novel Lebah Pencari Madu, wanita yang diidam-idamkan Kholid

Kisah yang saya tunggu-tunggu dalam novel ini adalah kisah percintaan Kholid. Karena, tertulis dengan jelas bahwa di cover novel ini memang ada kata “cinta”.

Tapi, sialnya, saya dipaksa dulu untuk mengenali satu per satu sahabat Kholid yang pada absurd itu.

Saya tertarik banget membaca novel ini setelah Kholid mengenalkan sosok Slavi. Slavi ialah wanita yang diidam-idamkannya sejak awal ia masuk sekolah.

Iya, sejak di acara MOS itu Kholid sudah mengagumi Slavi. Bahkan, ia membatin bahwa, wanita ini cantik banget; kulitnya putih, hidungnya mancung, dan warna matanya hitam kecoklatan.

Kalau saya tidak keliru, ada sekitar dua kali Kholid bilang kalau Slavi, seperti wanita dalam serial film Korea, hhh.

Nama lengkapnya ialah Slavia Jasmine Firdausy. Wanita ini pindahan dari Surabaya. Dan ia tinggal di Sumber Jambe. Dan butuh waktu sekitar 40 menit bagi Kholid untuk bisa sampai ke rumah Slavi.

Saya sengaja menggarisbawahi jarak atau waktu tersebut. Sebab, begitu lah lelaki, ketika ingin memiliki seorang wanita, berapa pun jarak yang harus kami tempuh pasti bakal dijalani aja.

Hasilnya, pengorbanan Kholid yang ditujukan untuk Slavi tidak sia-sia. Benar, ia berhasil mendapatkan cintanya.

Namun, begitu lah cinta, kadang tak selamanya mampu berjalan dengan baik.

Tentang sahabat-sahabat Kholid, mereka nyata keberadaanya

Sebelum menulis review novel ini, saya bertanya kepada penulisnya.

“Apakah novel ini pure diambil dari pengalaman hidup Pak Kholid?”

“Pengalaman hidup pribadi, plus dari imajinasi”, jawabnya.

Beberapa bulan yang lalu saya pernah mempublikasikan artikel tentang cara membuat novel kisah sendiri. Dalam artikel tersebut, kunci keberhasilan menulis novel pengalaman hidup terletak pada kejujuran dan apa adanya.

Dan inilah yang saya rasakan saat membaca novel ciptaan Pak Kholid. Ia menulis pengalaman hidupnya dengan jujur dan apa adanya. Sehingga, penggalan cerita, peristiwa atau kejadian, dan segalanya mudah dicerna oleh pembaca.

Lebih dari itu, meski penulis novel ini hidup di era 90-an (dan nanti ini akan saya bahas juga), tetapi sampai sekarang, cerita yang terdapat pada novel ini masih akan terus relate bagi pembaca.

Bahkan, saya merasa ingin sekali hidup di era Pak Kholid. Sebab, semenarik dan seunik itu ternyata anak SMA era 90-an. Meski di era tersebut, tak terlepas juga dari kenakalan-kenakalan remaja, seperti di era sekarang.

Baik lah, mari saya bicarakan tentang sahabat-sahabat Kholid yang keberadaannya memang nyata.

Maksud saya begini.

Dalam novel ini, nama-nama sahabat Kholid sepertinya diambil dari nama asli.

Saya memang belum bertanya mengenai hal ini kepada penulisnya, tapi hasil stalking yang saya lakukan, beberapa nama tersebut ada, dan mereka aktif di Facebook.

Misalnya Agus Setya Purnama, si pecinta dunia otomotif. Lalu Feri, fans berat Juventus itu. Dan juga Piping, sahabat Kholid yang memiliki banyak perempuan pada masa jahiliyahnya. Mereka benar-benar ada eksistensinya sampai sekarang.

Dengan menggunakan nama asli, maksud saya, novel ini jadi tambah seru.

Lantas bagaimana dengan karakter perempuannya? Apakah hanya Slavi saja?

Tidak, tidak hanya Slavi.

Sahabat perempuan Kholid yang rumahnya bersebelahan dengan rumah kakeknya, Esti Novida Frianti juga diambil dari nama asli.

Tapi, saya terhenyak ketika mencari tahu tentang Mbak Esti, beliau kini sudah tiada. Dan saya yakin, Kholid pasti merindukan sahabat perempuannya ini.

Era 90-an di dalam novel Lebah Pencari Madu

Sebagai pecinta sepakbola, mata saya terbelalak saat Kholid membicarakan derby Milan.

Inter Milan, klub kesayangan Sofyan dan AC Milan klub favoritnya Gun, ia tulis di awal novelnya. Ini yang membikin saya berkomentar begini dalam hati, “Asyik nih novelnya. Cowok banget, cuy”.

Selain membicarakan sepakbola era 90-an yang memang dulu didominasi Liga Italia, Kholid bercertia juga dunia otomatif. Mulai dari Mike Doohan yang pernah juara GP, hingga Valentino Rossi.

Lebih dari itu, jaman dulu masih mengandalkan SMS-an ketika ingin kumpul dengan teman. Dan tentu saja Kholid pernah juga teleponan melalui wartel, hhh.

Semakin tidak membosankan lagi membicarakan era 90-an ketika saya membaca cerita balapan motor. Dan semakin lengkap keseruan novel ini saat terjadi pertengkaran antara Anchor Team vs Genk Lebah.

Sisi lain novel Lebah Pencari Madu

Agar tidak terlalu spoiler, mari saya bicarakan sisi lain novel ini. Mulai dari gaya kepenulisan, setting, dan juga alur.

Hal ini perlu saya sampaikan agar pembaca semakin penasaran mengenai novel ini, lalu berbondong-bondong membelinya.

Gaya kepenulisan

Terkait gaya kepenulisan, jangan mentang-mentang novel ini ditulis oleh seorang dosen, lantas kita berpikir kalau novel ini bakalan berat-berat isinya.

Tidak, tidak seperti itu.

Gaya kepenulisan Pak Kholid menyesuaikan dengan target pembaca. Artinya, novel ini dapat dinikmati oleh semua kalangan. Entah kalangan di era sang penulis maupun era milenils sekarang.

Jadi, enak aja pas dibacanya. Seperti yang saya bilang di awal tulisan, novel ini dapat membuat emosi saya dibawa naik-turun. Jujur, saya hanyut di dalamnya.

Setting

Paling kuat, novel ini membahas tentang pedesaan di daerah Lekodombo, Sukowono, dan Sumber Jambe. Sebab, nama-nama daerah tersebut adalah daerah favorit si penulis dan juga kekasihnya (dulu).

Sebagai orang Garut yang tinggal di perkotaan, saya ingin sekali main-main ke sana. Dari gambaran yang Pak Kholid sampaikan, daerah tersebut sepertinya seru.

Akan tetapi, apakah suasananya masih sama setelah 10 tahun kemudian itu?

Alur

Alur cerita novel ini melaju terus hingga sang penulis tumbuh menjadi pria dewasa.

Ia bercerita dari awal MOS di SMANKAL, lalu keluar Negeri, dan balik lagi ke Jember (dan kini, sang penulis mengabdikan diri sebagai dosen di UNEJ (Universitas Jember).

Kekurangan novel

Yang masih mengganjal dalam diri saya adalah, mengapa penulis novel ini tidak menceritakan kehidupannya di Thailand, mengingat dirinya lulusan Master of Nursing di Prince of Songkla University Thailand?

Terus, sekarang bagaimana kabar Slavi?

Dan apa mungkin akan ditulis dalam novel berikutnya?

Ini masih saya tunggu untuk episode berikutnya.

Kesimpulan

Saya terpingkal-pingkal membaca novel ini. Humornya ada, dan tidak dibuat-buat. Dan untuk mereview novel ini, saya agak overthinking.

Seharusnya, novel ini bisa saya review dua atau tiga hari. Tapi, saking serunya, saya baca ulang lagi yang kedua kalinya. Dan bahkan, saya pengin menceritakan novel ini lebih dalam lagi.

Dan masa iya saya harus menceritakan seluruhnya? Kan tidak mungkin juga.

Jadi, novel ini rekomended. Serius.

Saya sangat merekomendasikan novel ini bukan hanya untuk orang-orang di sekitaran kota Jember saja.

Skor untuk novel ini dari saya: 9,5/10.

Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url