Review Buku Nindya Karya Andra Kusnaedi

Review Buku Nindya Karya Andra Kusnaedi


Melepaskan kemelekatan. Perjalanan penerimaan. Barangkali dua kata dari kalimat pendek itu dapat merepresentasikan ragam rasa dan emosi dari kumpulan puisi dalam buku Nindya.

Nindya merupakan kumpulan emosi dan rasa yang terjaga dan terpelihara. Andra berbagi rasa dengan kata, berupa diksi dalam puisi. Dirawatnya sejak tahun 2022, diabadikannya dalam wujud Nindya di tahun 2024.

Bagaimana gambaran antologi puisi Nindya? Simak ulasan berikut.
 

Review Buku Nindya karya Andra Kusnaedi

Identitas buku
 
Judul: Nindya
Penulis: Andra Kusnaedi
Penerbit: Ellunar Publisher
ISBN: 978-623-385-562-4
Halaman: 104
Tahun Terbit: 2024

Diksi Puisi adalah Teman Refleksi Diri

Bersama Nindya, saya seolah diajak turut serta menjadi saksi perjalanan rasa dan emosi penulis di setiap diksi puisi.

Kisah tentang proses penerimaan atas kenyataan perpisahan, segala luka, ketulusan, hingga pada akhirnya menemukan titik sadar perlunya berdamai dengan keadaan. Bukan waktu yang sebentar untuk melalui itu semua.

Bagian yang tidak kalah penting dari perjalanan panjang itu semua adalah memetik hikmah dari rasa suka maupun lara yang kita rasa. Dengan demikian, kita telah bertumbuh dengan segala rasa yang pernah ada.

Berikut catatan refleksi yang saya dapati dari beberapa puisi dalam buku Nindya.

Biasa
akhirnya
senang bisa selamanya
lihat lukisan senyumannya
di langit-langit karunia
bukan dia luar biasa
tapi rasa yang terbiasa suka
membaca hiasan
dan kiasan
dalam sederhana
kebiasaan.


Puisi “Biasa” ini memberikan makna mendalam tentang rasa bahagia yang ada dalam hati.

Penulis menekankan bahwa kebahagiaan tidak hadir sebab ada sosok seseorang yang begitu luar biasa melainkan karena Tuhan yang menumbuhkan rasa itu melalui kehadiran orang tersebut.

Sampai pada akhirnya kita terbiasa dengan satu kesan, setiap hal tentangnya meski sederhana adalah hal yang istimewa.

Pinjaman
awan ini pinjaman
buku ini pinjaman
pena ini pinjaman
cipta ini pinjaman
senyum ini pinjaman
rasa ini pinjaman
akan kukembalikan kepadamu
tertata rapi dalam pemandangan favoritmu.


Puisi “Pinjaman” memberikan penguatan, bahwa segala rasa yang ada adalah titipan Tuhan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita meneruskan segala rasa yang ada terhadanya kepada Tuhan, sang Muara Rasa.

Meminjam potongan lirik salah satu lagu Dewa 19, ...”Dengan mata-Mu, aku memandang. Dengan telinga-Mu, aku mendengar. Dengan lidah-Mu, aku bicara. Dengan hati-Mu, aku merasa.”

Maka, dengan rasa-Mu aku mencintainya. Begitulah kesadaran rasa kita terhadapnya.

Dikemas dengan Dua Bentuk Bahasa

Nindya merupakan buku antologi puisi pilihan terbaik Andra di sepanjang tahun 2022 sampai dengan 2024.

Kurang lebih sebanyak 93 judul puisi akan mengajak pembaca menyelami rasa dan emosi dibalik setiap diksi. Uniknya, puisi-puisi tersebut disajikan penulis dalam dua bahasa.

Bagian pertama diberi nama “Babak Satu: Menerima Adalah Pilihanku.” Di bagian ini pembaca akan disuguhkan sebanyak 45 puisi berbahasa Indonesia.

Beberapa judul puisi yang paling membekas di benak saya antara lain: Pengantar lelap (hal. 2), Bagian Dari Antara (hal. 3), Hanya (hal. 8), Terbalik (hal 14 & 15), Biasa (hal. 16), Pinjaman (hal. 29), Kembali (47).

Di bagian kedua, penulis menandainya dengan nama “Forgetting is Your Choice.” Pada sub judul ini pembaca akan diajak menyelami rasa dari 48 puisi yang disuguhkan dengan tulisan berbahasa Inggris.

Beberapa judul puisi dibagian ini yang saya senangi adalah: Childish (hal. 58), Hardships (hal. 61), Fresh (hal. 63), Write (hal. 76), Otherwise (hal. 77), Thank You (hal. 98).

Diksi Puisi Ramah Menyapa Pembaca

Bagi kamu yang kurang suka puisi karena harus didampingi mesin pencari untuk menerjemahkan diksi yang sastrawi, agaknya kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu ketika membaca Nindya.

Ragam judul dan diksi yang disuguhkan dalam buku Nindya sangat ramah menyapa pembaca. Dalam artian, kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang kerap dipakai dalam komunikasi sehari-hari.
 
Baca Juga: Review Buku Menemukan Jati Diri (Dengan Hati dan Pikiran Kita)

Pandangan Reviewer Terhadap Buku Nindya Karya Andra Kusnaedi

Begitu membaca Nindya di halaman pertama, saya dibuat senang dengan suguhan catatan penulis di bagian prolog.

Andra menuliskan, “Bagian dari hidup adalah mengapresiasi hal-hal yang tidak kita mengerti.” Dari sana saya teringat ungkapan seseorang, “Setiap perjalanan itu perlu dirayakan dengan hati yang lapang.”

Dari kedua kutipan tersebut, bersama Nindya saya mendapat refleksi. Kalau kita sudah meluangkan hati untuk ruang kekecewaan sebagai upaya menjemput keikhlasan, niscaya kita akan bisa menafsirkan realita hidup sebagai catatan Takdir terbaik dari Tuhan untuk kita.

Berhubung Nindya adalah kumpulan puisi, izinkan saya memberikan umpan balik dengan puisi yang merepresentasikan isi buku. Puisi ini saya beri judul,

Mencintaimu dengan Tidak Sederhana
Aku mencintaimu dengan tidak sederhana
Bermula dari pengakuan menyadari rasa
Istimewa dan sedikit berbeda dari sebelumnya
Sampai tak mengerti seolah hilang logika
Aku telah melaluinya
Berawal dari 1000 alasan yang membuatku menyukainya
Sampai ketiadaan alasan
menjadi satu-satunya alasan aku tetap mencintainya
Ada maupun tiada
Sesuai harap maupun dihadapkan pilihan terbaik realita
Aku masih memelihara segala rasa tanpa keterlekatan padanya
Terbebas... Tanpa Batas...

Wawancara dengan Penulis

Reviewer: Judul buku ini "Nindya." Berdasarkan beberapa sumber, dalam bahasa Sansekerta kata ini artinya Sempurna. Kiranya kakak bisa ceritakan, adakah filosofi dibalik judul buku ini? (Kenapa kakak mengangkat kata "Nindya" sebagai judul buku ini)

Penulis: Lebih tepatnya, "Nindya" berarti "cacat" atau "tidak sempurna". Barangkali kebanyakan orang lebih sering mendengar atau melihat kata "Anindya", inilah kata yang berarti "tanpa cacat", "cantik" atau "sempurna".
 
Filosofi dari pemilihan kata "Nindya" adalah bahwa saya menerima ketidaksempurnaan jalannya hidup dan ingin membagikan perspektif serupa kepada pembaca. Toh, dengan penerimaan tersebut, hidup terasa indah.

Reviewer:
Dari sekian kumpulan puisi dalam buku, apakah puisi-puisi tersebut sengaja dibuat untuk mengisi ruang lembaran buku, ataukah sudah terhimpun dan terpelihara cukup lama kemudian diabadikan dengan dibukukan?
 
Penulis: Puisi-puisi dalam buku tersebut adalah puisi terbaik saya (secara subjektif) yang saya tulis sepanjang 2022 s.d. Juni 2024 lalu, khususnya sejak Juni 2023. Saya mendapat ide untuk membukukan puisi-puisi tersebut dari teman saya yang mengetahui kegiatan menulis saya.

Reviewer: Untuk siapa puisi-puisi ini tercipta? Apa yang melatarbelakangi terciptanya puisi-puisi ini?

Penulis: Saya tidak akan menyebutkan secara spesifik "untuk siapa" puisi-puisi tersebut ditulis. Secara umum, puisi-puisi tersebut adalah bentuk ekspresi yang meluap-luap bahkan sedikit dipaksakan tentang apa yang unik dalam lingkup keseharian saya.

Reviewer: Dari sekian karya sastra, kenapa kakak memilih membukukan kumpulan puisi?

Penulis: Saya mudah kehilangan fokus dan antusiasme, sehingga mengarang prosa bukan ide yang bagus menurut saya. Puisi menyimpan setiap ide dengan ringkas dan indah, menciptakan kesan yang lebih mendalam pada setiap kata.
 
Reviewer: Kalau boleh tahu, apa judul puisi yang berusia paling lama tercipta?

Penulis: Potongan puisi yang paling lama tercipta ada di bawah judul "pengantar lelap", tepatnya bait kedua, tiga, dan empat. Puisi tersebut ditulis pada suatu malam awal tahun 2022, dalam perjalanan pulang ke rumah menaiki mobil dan ditemani hujan deras.

Reviewer: Di halaman 14 tepatnya di judul "terbalik" di halaman berikutnya ada kelanjutan puisi dengan posisi terbalik (saya sampai memutar buku untuk membacanya hahaha). Apakah memang sengaja dibuat demikian? Apa alasannya?

Penulis: Saya mencoba menggambarkan orang di bagian akhir puisi sebagai seseorang dengan kondisi yang sama sekali terbalik dengan orang di bagian awal puisi. Mereka saling menatap dan mengandaikan satu sama lain.

Reviewer: Apa yang menjadi alasan di chapter 2 puisi-puisi itu ditulis dalam bahasa asing (B. Inggris)?

Penulis: Saya merasa bahwa bahasa Inggris memiliki lebih banyak diksi yang bisa diputar maknanya daripada bahasa Indonesia.
 
Tentunya, sebagai orang dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, saya mencoba menyamakan konsistensi menulis saya antara dua bahasa tersebut.
 
Pada akhirnya, meskipun saya memiliki kecondongan terhadap bahasa Inggris, beberapa ide masih lebih mudah diungkapkan dengan bahasa Indonesia.

-

Penulis buku Nindya dapat disapa melalui laman Instagram @n_dreuuu

Reviewer: Siti Sunduz

Baca Juga: Review Buku Reinkarnasi
Artikel Selanjutnya Postingan Selanjutnya
Tidak Ada Komentar
Tambahkan Komentar
comment url