Review Buku Koma Tanpa Titik Karya Elvira
Kehilangan menjadi hal mengerikan dalam cinta. Tak ada yang lebih pedih daripada menyaksikan hubungan yang telah dipelihara berakhir begitu saja. Rasa manis cinta digantikan oleh perpisahan yang getir.
Koma Tanpa Titik tampaknya berusaha menjelaskan betapa “Aku lirik” tak ingin kata “akhir” ada di dalam kisah cintanya.
Bagi “Aku lirik” keberadaan tanda titik serupa gerbang kegelisahan: masih adakah “Aku lirik” di dalam “Kamu lirik” setelah tanda titik itu?
Untuk tahu lebih dalam mengenai puisi-puisi dalam buku ini, simak review berikut.
Baca Juga: Review Buku Nindya
Review Buku Koma Tanpa Titik Karya Elvira
Identitas BukuJudul: Koma Tanpa Titik
Penulis: Elvira
Penerbit: One Peach Media
Tahun Terbit:Januari 2021
ISBN: 978-623-6516-94-2
Penulis: Elvira
Penerbit: One Peach Media
Tahun Terbit:Januari 2021
ISBN: 978-623-6516-94-2
Koma Tanpa Titik merupakan sekumpulan puisi yang terbagi atas Prolog, Aku, Kamu, Jarak,dan Epilog. Setiap lembar puisi pada buku ini diberikan ilustrasi yang manis.
Membawa pembahasan tentang cinta, puisi Elvira menjadi begitu dekat dengan pembaca. Bait-baitnya mampu menghanyutkan siapapun yang mendekatinya.
Dalam review buku kali ini, yang akan diulas adalah 3 bab utama yakni Aku, Kamu, dan Jarak.
Aku
Setiap orang memiliki cara yang unik untuk mengabadikan perasaannya terhadap seseorang. Puisi menjadi salah satunya.Sajak-sajak dalam bab Aku, menjadi medium untuk menyimpan dalamnya perasaan Aku lirik untuk Kamu lirik–orang yang ia cintai.
Penulis membuka bab Aku dengan sebait puisi berbunyi,
Dan aku tahu,
ke manapun kaki
melangkah,
selalu ada
henti untukmu
ke manapun kaki
melangkah,
selalu ada
henti untukmu
Melalui puisi tersebut, penulis mengungkapkan bahwa ada seseorang yang selalu istimewa di dalam hati kita sejauh apapun kita pergi. Selama apapun waktu berlalu, perasaan terhadap orang itu tidak memudar sama sekali.
Larik henti untukmu mengisyaratkan bahwa seseorang yang kita cinta bisa menjadi tempat kita untuk pulang: sebuah rumah.
Berkenaan dengan hal ini bahkan penulis membahasanya dengan lebih romantis. Alih-alih membuat orang yang dicintainya sebagai rumah, penulis menyebutnya dengan ‘tanah air’. Sungguh frasa yang dalam bukan?
Hal tersebut dapat ditemukan dalam larik puisi berikut,
Oh, semera jaanku, bila kukatakan tanah air itu dirimu,
Apa dunia akan mempertanyakan?
Apa dunia akan mempertanyakan?
Penulis hendak mengungkapkan bahwa seseorang yang kita cintai punya peran penting dalam hidup kita.
Frasa tanah air berkorelasi dengan makna bahwa kehadiran orang yang kita cintai bisa menjadi tempat kita bertumbuh, tempat kita kembali, tempat muasal alasan-alasan dari berbagai keputusan yang kita ambil.
Dengan frasa yang demikian sungguh-sungguh, saya pikir, kita tak boleh sembarangan menentukan siapa yang akan kita cintai sepenuh hati.
Selain disuguhi dengan puisi yang sarat makna, pembaca juga akan menemukan sebuah puisi yang menurut saya menggelitik.
Pernahkah mendengar ungkapan “pencuri hati”? Kita menyematkan julukan itu kepada seseorang yang membuat kita jatuh cinta bukan?
Pada puisi berikut, penulis membahasnya dari perspektif yang lain,
Sudah kututup semua pintu menujuku,
Hanya tersisa sebingkai jendela terbuka: sengaja
Aku membuatmu terbangun untuk
Menyusup, mencuri separuh jantungku lagi
Hanya tersisa sebingkai jendela terbuka: sengaja
Aku membuatmu terbangun untuk
Menyusup, mencuri separuh jantungku lagi
Menurut penulis, orang yang membuat kita jatuh cinta tak layak disebut pencuri hati. Dari bait puisi di atas, ada unsur kesengajaan pemilik hati yang membiarkan “pencuri” memasuki hatinya.
Tak ada pencurian dalam jatuh cinta. Aku lirik dalam puisi itu dengan sadar menyisakan jendela yang terbuka. Ia merelakan hatinya untuk dicuri.
Pada puisi berikutnya, penulis mengungkapkan dengan lantang betapa berharga dan bermaknanya cinta yang dimiliki Aku lirik.
Aku tidak berani
untuk menginginkan apa pun
Di dunia ini
Hanya kali ini,
Aku mau cintamu saja.
untuk menginginkan apa pun
Di dunia ini
Hanya kali ini,
Aku mau cintamu saja.
Penulis menggunakan pengungkapan yang hiperbolik. Dengan demikian, semakin menegaskan perasaan Aku lirik kepada Kamu lirik amat dalam dan menggebu.Meski di sisi lain, ini menunjukkan Aku lirik dibuat mabuk kepayang oleh cinta.
Kamu
Bukankah saat jatuh cinta, kita selalu ingin berbincang tentang orang tercinta. Pada bab Kamu lirik, penulis mendedahkan banyak hal tentang Sang Kamu lirik.Selama ini, kita kerap mengatakan pasangan sebagai “separuh jiwa” yang melengkapi diri kita. Namun, penulis berpandangan lain, seperti yang terbaca pada puisi berikut.
Kamu bukanlah separuh aku
Kau adalah apa yang ada di dalam aku
Kau adalah apa yang ada di dalam aku
Penulis menilai bahwa Aku lirik dan Kamu lirik adalah dua jiwa utuh yang menyatu. Satu sama lain datang bukan untuk saling melengkapi.
Keduanya saling menemukan karena telah ditakdirkan untuk berada di dalam diri satu dengan yang lain.
Begitu istimewanya Kamu lirik bagi Aku lirik. Pada puisi berikut, diungkapkan keragu-raguan Aku lirik tentang cinta jika bukan dengan Kamu lirik.
Bagaimana jika itu bukan dirimu
Apa mampu hatiku merapal C I N T A?
Apa mampu hatiku merapal C I N T A?
Saat telah jatuh cinta begitu dalam kepada seseorang, kita tentu bertanya-tanya, “Adakah yang lebih cinta daripada perasaan cinta kita untuknya?” Kita menjadi skeptis untuk menemukan perasaan cinta yang serupa pada orang lain.
Hal itu terjadi mungkin karena banyak hal istimewa di dalam diri seseorang sehingga membuat kita cinta sejatuh-jatuhnya. Misalnya jatuh tenggelam pada kedalaman mata seseorang sebagaimana pada puisi berikut.
Aku ingin berenang di samudra air matamu
Biarkan saja aku tenggelam.
Biarkan saja aku tenggelam.
Mata adalah jendela hati, begitu yang diungkapkan orang-orang bijaksana. Melalui mata, kita bisa menerka emosi apa yang dimiliki si empunya mata.
Pada dua larik puisi di atas, penulis mengungkapkan kerelaan Aku lirik terlibat dalam badai kesedihan si Kamu lirik. Bila dalam duka saja ia bersedia hadir, bukankah begitu juga dalam suka?
Jarak
Dalam cinta, jarak tak hanya dihitung dengan satuan kilometer. Jarak juga berkorelasi dengan keintiman emosi. Maka dari itu, penulis berkata dalam puisinya,“Lalu apa itu jarak,” tanyamu
“Jarak itu imajiner,” bisikku
“Jarak itu imajiner,” bisikku
Jarak tak hanya besaran angka, jauh-dekatnya ditentukan oleh perasaan. Bukankah untuk orang yang dicintai, ribuan kilometer terasa ringan dan dekat untuk ditempuh? Sedangkan bagi orang yang tak kita cinta, 5 langkah pun terasa berat?
Maka dari itu, benarlah adanya bahwa batas antara jauh dan dekat jarak dalam cinta hanyalah imajiner.
Satuan imajiner dalam jarak itu menutup pintu ketidakmungkinan pada cinta. Misalnya pada puisi berikut,
Bagiku tak ada jarak terjauh
Walaupun kakimu dan kakiku terpetakan
Ribuan kilometer di atas nama jarak,
Tidak mengubah setitik pun rasa di hati
Walaupun kakimu dan kakiku terpetakan
Ribuan kilometer di atas nama jarak,
Tidak mengubah setitik pun rasa di hati
Orang-orang mengatakan bahwa jarak bisa menjadi halangan dalam hubungan seseorang. Akan tetapi, tidak bagi Aku lirik. Ia menganggap jarak bukanlah halangan sebagaimana yang dinyatakan di puisi sebelumnya.
Bagi Aku lirik, jarak justru memberikan keleluasaan untuk cintanya bertumbuh semakin kuat.
Pandangan Reviewer Terhadap Buku Koma Tanpa Titik Karya Elvira
Cinta memang bahasan yang tak akan pernah habis dikupas. Setiap lapisnya menyajikan keistimewaan yang abadi.Ratusan bahkan ribuan puisi cinta telah lahir di bumi. Meski begitu, setiap puisi punya daya tariknya sendiri.
Buku Koma Tanpa Titik merupakan kumpulan puisi kedua dari Elvira yang saya baca. Sama dengan buku pendahulunya yakni A Little Book About You, buku ini pun membuka pembahasan tentang cinta.
Meski memiliki kesamaan tema, pada sajak di buku ini, Elvira beberapa kali membuat makna baru dalam permainan kata.
Contohnya, pada puisi yang menceritakan seorang pencuri hati atau pada frasa separuh aku yang telah dijelaskan sebelumnya.
Segi penyajian puisinya pun unik. Dalam buku ini, penulis menyajikan prolog untuk membangun konteks cerita dalam puisi.
Ya, puisi ini juga bercerita bukan hanya bersajak. Di bagian akhir puisi, penulis menutupnya dengan epilog yang indah.
Perjalanan menempuh sajak-sajak Koma Tanpa Titik seumpama piknik di musim semi. Pemandangan puisi milik Elvira begitu berbunga.
Tak hanya itu, keberadaan puisi bernuansa kelam dan sedih membuat buku ini menjadi tidak membosankan. Pembaca disuguhi beragam corak sehingga musim semi yang dinikmati di sini menjadi utuh.
Wawancara dengan Penulis
Reviewer: Ini kedua kalinya saya membaca buku Kak Elvira. Buku sebelumnya yakni buku A Little Book About You. Jika tak salah tangkap, kedua buku ini sama-sama membahas tentang cinta. Mengapa topik tentang cinta begitu istimewa bagi Kak Elvira sehingga ia dibahas sampai di 2 buku puisi?Penulis:
Reviewer: Jika saya menjadi “Kamu” yang diceritakan pada puisi Kak Elvira, saya akan merasa sangat terhormat. Saya cukup penasaran, siapakah sosok di balik Kamu yang menginspirasi Kak Elvira untuk menulis puisi-puisi indah ini
Penulis:
Reviewer: Saya baru kali ini menemukan buku kumpulan puisi yang dikemas dalam cangkang sebuah novel: punya prolog dan epilog. Kalau boleh tahu, apa alasan Kak Elvira menyajikannya dalam bentuk seperti itu?
Penulis:
Reviewer: Kak Elvira merupakan penulis yang produktif. Banyak sekali karya yang telah dihasilkan. Bagaimana Kak Elvira bisa menjadi begitu produktif dalam menghasilkan karya? Bolehkah pembaca kami meminta tipsnya?
Penulis:
Reviewer: Saya lihat, sudah beberapa kali Kak Elvira menerbitkan buku melalui penerbit indie. Apakah Kakak berpikiran menerbitkan karya Kakak berikutnya di penerbit mayor?
Penulis:
-
Penulis Buku Koma Tanpa Titik dapat dihubungi melalui laman Instagram @CatatanSeorangEha
Reviewer: Lupy Agustina
Baca Juga: Review Buku A Little Book About You