Review Buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu karya Greace Tanus dan Kawan-Kawan
Suatu kebahagiaan tersendiri bagi kami bisa kembali menangkap pengetahuan dan catatan hikmah melalui ulasan buku milik Greace Tanus beserta beberapa penulis lainnya.
Buku yang hadir di tangan saya kali ini merupakan Bunga Rampai Catatan Histori seputar kisah di balik Pulau Seribu.
Berbeda dengan ulasan buku pertama yang ditulis mengabadikan keajaiban Tuhan, pada buku ini, rasanya saya mencium aroma petualangan lintas waktu.
Bagaimana buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu mengajak pembaca berpetualang?
Simak ulasan berikut.
Buku yang hadir di tangan saya kali ini merupakan Bunga Rampai Catatan Histori seputar kisah di balik Pulau Seribu.
Berbeda dengan ulasan buku pertama yang ditulis mengabadikan keajaiban Tuhan, pada buku ini, rasanya saya mencium aroma petualangan lintas waktu.
Bagaimana buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu mengajak pembaca berpetualang?
Simak ulasan berikut.
Baca Juga: Review Buku Sleep Healing
Review Buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu (Bunga Rampai Histori Masa Lampau Hingga Kini) karya Greace Tanus, dkk.
Identitas buku
Judul: Menguak Kisah Kepulauan Seribu (Bunga Rampai Histori Masa Lampau Hingga Kini)
Penulis: Greace Tanus, dkk
Penerbit: CV Lentera Semesta
Halaman: vi + 210 halaman
No. ISBN: 978-623-10-0628-8
Tahun Terbit: 2024
Penulis: Greace Tanus, dkk
Penerbit: CV Lentera Semesta
Halaman: vi + 210 halaman
No. ISBN: 978-623-10-0628-8
Tahun Terbit: 2024
Buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu ditulis oleh 13 penulis. Para penulis buku ini terdiri dari berbagai kalangan. Ada penulis yang merupakan pegiat literasi, akademisi, hingga pelajar di jenjang sekolah menengah.
Berikut merupakan nama-nama penulis di antaranya Graece Tanus; Iwan Kurniawan Darusman; Rurisa Hartomo; Linda Enriany; Stebby Julionatan; Aruni Basuki Yusuf; Allbert Lie; Arimbi Prabanadjmitha; Benediktus Yonas; Denny Gunawan; Muhammad Fadillah Wiyototsani; Stephanie Kasmali; Stephanie Natania Chen.
Menguak Kisah Kepulauan Seribu lahir sebagai kado istimewa Hari Ulang Tahun ke-497 DKI Jakarta, 22 Juni 2024 lalu.
Buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu merupakan kolaborasi RUANGMENULIS.ID (RMID) dengan Museum Kebaharian Jakarta. Sajian Kisah pada buku ini akan mengajak pembaca berpetualang menjelajahi beragam peristiwa lintas waktu.
Mengemas Informasi Unik dan Edukatif yang Tidak Akan Ditemukan di Buku Sekolah
Hampir setiap bagian, tulisan akan diawali dengan suguhan informasi sisi unik dari Pulau Seribu yang berada di Jakarta. Beberapa di antaranya dibuka dengan puisi dan quotes.Bagi yang masih menyangka Pulau Seribu itu berjumlah seribu, buku ini memberikan penegasan berulang bahwa jumlah Pulau di Pulau Seribu tercatat sebanyak 113 pulau.
Dari total tersebut, sebanyak 11 pulau saja yang dihuni penduduk.
Dari sekian banyak pulau, buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu memfokuskan pembahasannya tentang empat pulau. Keempat pulau yang dibahas merupakan cagar budaya di bawah naungan dinas terkait.
Empat pulau tersebut yakni, pertama, Pulau Onrust (Pulau yang Tidak Pernah Beristirahat) atau juga dikenal Pulau Kapal.
Kedua, Pulau Cipir atau Keyper atau disebut pula Khayangan. Ketiga, Pulau Bidadari yang sebelumnya pernah disebut Pulau Sakit.
Keempat, Pulau Kelor yang ternyata juga sempat disebut Pulau Kerkhof karena banyak pemakaman.
Siapa sangka, keempat pulau itu menjadi saksi bisu tragedi pergulatan peristiwa imigrasi, pelayanan kesehatan, hingga pertahanan pada masa kedudukan VOC di Indonesia.
Peristiwa ini diceritakan para penulis berdasarkan penuturan lisan tour guide wisata di Pulau Seribu. Inilah alasan informasi unik ini tidak akan ditemukan dalam buku sekolah.
Mengajak Pembaca Berpetualang Menelusuri Jejak Imperialisme dan Kolonialisme di Pulau Seribu
Menguak Kisah Kepulauan Seribu dapat saya katakan berisi pembahasan yang berbobot.
Energi saya cukup terkuras ketika membayangkan beragam situasi kelam yang dialami masyarakat pada masa itu.
Kontrol politik memengaruhi setiap aspek kehidupan sosial masyarakat sehari-hari di sana pada masanya.
Ketidakadilan, monopoli, perlawanan, hingga pertumpahan darah tidak lepas mewarnai kisah di balik puing-puing bangunan yang didokumentasikan para penulis.
Empat pulau yang dibahas menjadi saksi bisu peralihan fungsi bangunan-bangunan pada masanya.
Mulai dari tempat peristirahatan keluarga kerajaan Banten, rumah tahanan, screening jemaah haji, penampungan orang sakit, hingga tempat karantina penderita penyakit menular.
Tidak sampai di sana saja, beberapa penulis juga mencantumkan cerita lisan setempat tentang noni Belanda bernama Maria Van Velde.
Perempuan ini secara tragis mengakhiri hidupnya di tepi pantai pada masa penantian kekasihnya. Hal ini semakin menjadi warna cerita dalam buku.
Meskipun demikian, saya cukup antusias melakukan wisata masa lalu melalui buku ini. Kalimat yang diabadikan salah satu penulis dari kunjungan museum-museum di sana relevan menggambarkan kesan saya sebagai pembaca.
“Karena sepotong bata merah adalah sepenggal sejarah.” —Museum Kebaharian Jakarta, dalam “Taman Arkeologi Pulau Onrust”
Bahasa Ringan Dibaca dan Mudah Dipahami
Sebagaimana saya sampaikan di awal, buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu ditulis oleh berbagai kalangan.Meskipun demikian, penulis menyuguhkan informasi kepada pembaca dengan bahasa yang ringan, bahasa keseharian yang mudah diterima khalayak umum.
Bila pembaca menemukan ada istilah maupun singkatan asing, pembaca tidak perlu merasa khawatir.
Para penulis dengan apik mencantumkan glosarium serta daftar referensi sumber informasi yang terpercaya.
Sebagai pembaca, saya merasa seolah sedang mendengar cerita dari perjalanan ekspedisi kisah tersembunyi dibalik tempat yang dianggap biasa saja.
Bahkan, rasanya, saya juga ingin berkunjung ke lokasi yang diceritakan para penulis dalam buku.
Membongkar Bagaimana Urgensi Peran unsur Pentahelix dalam Mendukung Wisata Sejarah
Salah satu bagian tulisan yang saya senangi yaitu pembahasan dari sisi kepedulian lingkungan. Penulis buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu juga respect terhadap isu ekologis.
Saya menggarisbawahi bagian tulisan yang menyatakan bahwa isu ekologis itu perlu dikawal bersama.
Pembahasan terkait isu ekologis tak bisa lepas dari unsur pentahelix (Akademisi, Pemerintah, Masyarakat dan Komunitas, Pebisnis, Media) untuk keberlanjutan kehidupan dan usia bumi.
Dalam unsur pentahelix tersebut, Pemerintah berperan sebagai regulator, Akademisi sebagai konseptor, Bisnis sebagai enabler, Komunitas beraksi sebagai akselerator, dan Media sebagai expandere.
Terkait isu ekologis, saya merasa kagum dengan cerita yang disuguhkan salah satu penulis. Ketika Masyarakat setempat, Komunitas, pemerintah bekerja sama melakukan upaya terbaiknya untuk melindungi biota laut dan mengelola sampah di sana.
Baca Juga: Review Buku Beli Karena Butuh
Pandangan Reviewer Terhadap Buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu (Bunga Rampai Histori Masa Lampau Hingga Kini karya Greace Tanus dkk.
Sekali lagi secara pribadi saya mengucapkan terima kasih kepada para penulis. Banyak sekali renungan yang bisa pembaca ambil yang bersumber dari kisah masa lalu, untuk hari ini, dan masa yang akan datang.Saya mendapat pengetahuan baru, ternyata Pulau Seribu ini menjadi bagian cerita hidup dari beragam tokoh di Nusantara maupun bangsa asing.
Saya juga mendapat catatan pemahaman tambahan mengenai konsep niche tourism dalam upaya meningkatkan minat wisata di Nusantara.
Wawancara dengan Salah Satu Penulis
Reviewer: Halo Buk, apa kabar. Terima kasih untuk kepercayaan ke-4 kalinya buku direview oleh Tim Kami. Di judul buku yang sekarang berapa lama proses penyelesaian menulis buku hingga menjadi naskah utuh?
Ibu Greace Tanus: 6 bulan karena pemilihan penulis 6 orang anggota komunitas RMID, 7 anak siswa SMP-SMA, mahasiswa dan umum pemenang Lomba menulis dengan tema"Melukis Senja di Museum Bahari"
Lomba diselenggarakan oleh komunitas RuangMenulis.ID berkolaborasi dengan Museum Kebaharian Jakarta.
Lomba diselenggarakan oleh komunitas RuangMenulis.ID berkolaborasi dengan Museum Kebaharian Jakarta.
Reviewer: Apa tantangan selama proses penyelesaian buku ini?
Ibu Greace Tanus:
Tantangannya
karena melibatkan anak sekolah dan mahasiswa yang berdomisili di luar
kota maka komunikasi adalah kendala utama selain itu juga untuk jadwal
kegiatan yang masing-masing padat.
Reviewer: Apa harapan dan kesan tersendiri dari buku ini dibandingkan dengan buku-buku sebelumnya?
Ibu Greace Tanus: Buku
ini membuka mata setiap orang yang membacanya bahwa ada banyak kisah
yang menarik bahkan belum banyak diketahui dari setiap pulau yang kami
tulis. Selain itu, ada banyak potensi yang masih bisa terus dikembangkan
ke depannya dari banyak pulau yang ada di Kepulauan Seribu.
Buku ini juga menarik karena ditulis oleh 13 penulis dengan sudut
pandang yang berbeda dan hal ini menjadikan buku menjadi suatu informasi
yang sangat berharga.
Berharap ada banyak instansi terkait untuk bisa berkolaborasi dengan
kami untuk mengupas banyak hal yang harus digali dan dibagikan ke
sebanyak mungkin masyarakat dalam bentuk tulisan.
Salah satu penulis buku Menguak Kisah Kepulauan Seribu dapat kamu sapa melalui laman Instagram @greacetanus.
-
Reviewer: Siti Sunduz
BACA JUGA: Review Buku Cardio